WELCOME IN MY ADVENTURE

Judul

Selasa, 28 Mei 2013

HAKIKAT MENGEMUKAKAN PENDAPAT

1.     Hakikat Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat
Kemerdekaan mengemukakan atau menyampaikan pendapat merupakan hak setiap warga Negara baik secara lisan maupun tulisan, namun harus bertanggung jawab dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan berlaku. Kemerdekaan mengemukakan pendapat merupakan sebagian dari hak asasi manusia. Oleh sebab itu, dijamin oleh Deklarasi Universal Hak – Hak Asasi Manusia PBB, tegasnya dalam pasal 19 dan 20 seperti tertulis berikut ini.
1. Pasal 19
“Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hal ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat – pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan keterangan – keterangan dan pendapat – pendapat dengan cara apapun juga dan tidak memandang batas – batas”.
2. Pasal 20
Ayat  1: “Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berpendapat.”
Ayat 2: “Tidak ada seorang juga pun dapat dipaksa memasuki salah satu perkumpulan.”

Di Indonesia, ketentuan yang mengatur dan menjamin kebebasan mengeluarkan pendapat dapat dilihat pada berbagai ketentuan berikut.
1. Pasal 28 UUD 1945
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan atau tulisan, dan sebagainya ditetapkan dengan undang – undang.”
2. Pasal 28E UUD 1945 Ayat 3
“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
3. Undang – undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pandapat di muka umum.
Dalam Pasal 2 Undang – Undang ini disebutkan sebagai berikut.
a. Setiap warga Negara, secara perorangan atau kelompok bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
b.  Penyampaian pendapat di muka umum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang – undang ini.



Dengan jaminan berbagai ketentuan di atas maka seharusnya tidak ada pengekangan terhadap seseorang untuk mengeluarkan pendapatnya, sehingga setiap warga Negara dapat mengeluarkan segala pikiran, dan pendapatnya dengan bebas.
Apabila kebebasan tersebut dikekang, maka akan timbul gejolak – gejolak ataupun ganjalan – ganjalan dalam hati banyak orang, yang suatu ketika dapat meledak dalam bentuk sikap – sikap dan perbuatan yang tidak baik. Dan jika pendapat orang lain benar dan baik, sudah sepantasnya kita mendukungnya. Namun, jika yakin pendapat kita benar, kita dapat mempertahankannya dengan cara yang baik dan sopan, tanpa menyinggung perasaan orang lain. Kita juga harus mampu memberikan argumentasi atau alasan – alasan yang masuk akal. Oleh karena itu,pendapat yang kita sampaikan sebaiknya bersifat seperti :
a. Bukan semata untuk kepentingan pribadi ataupun golongan,
b. Dapat diterima akal dan mutu,
c. Tidak menimbulkan perpecahan,
d. Sesuai dengan norma yang berlaku
e. Tidak menyinggung perasaan orang lain.

2.    Mengkaji  Akibat Pembatasan Mengemukakan Pendapat
Dalam pemerintahan yang otoriter, kebebasan mengemukakan pendapat, apalagi di muka umum, sangat dibatasi oleh pemerintah. Hal demikian sesungguhnya merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Memang, hak kemerdekaan mengemukakan pendapat tidak boleh digunakan sekehendak hati karena di dalam hak tersebut juga melekat kewajiban untuk menghargai dan menghormati hak yang sama yang dimiliki orang lain. Akan tetapi, apabila pembatasan atau pengekangan dilakukan pemerintah terhadap rakyat demi kepentingan kekuasaan pemerintah semata, hal ini sungguh merupakan sebuah kesalahan yang amat fatal. Semakin banyak pemerintah di berbagai Negara yang menghormati dan menghargai hak kemerdekaan mengemukakan pendapat. Meskipun demikian, masih ada juga pemerintah yang melakukan pembatasan – pembatasan. Pengekangan terhadap kebebasan mengemukakan pendapat oleh pemerintah yang berkuasa sebenarnya dapat menimbulkan akibat yang kurang baik bagi rakyat, pemerintah, ataupun bangsa.




1. Akibat bagi Rakyat
Bagi rakyat, adanya pembatasan oleh pemerintah akan berakibat terjadinya hal berikut, yakni:
a. Berkurang atau hilangnya hak kemerdekaan mengemukakan pendapat,
b. Munculnya sikap apatis (tidak peduli) dari rakyat atau masyarakat terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara,
c.  Kekecewaan yang dalam terhadap pemerintah,
d.  Hilangnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah, dan
e.  Pembangkangan terhadap pemerintah.
2. Akibat bagi Pemerintah
Bagi pemerintah, adanya pembatasan oleh pemerintah akan berakibat terjadinya hal berikut:
a. Berkurang atau hilangnya kepercayaan rakyat,
b. Berkurang atau hilangnya kesempatan untuk mendapatkan masukan atau aspirasi dari rakyat untuk kemajuan masyarakat, bangsa dan bernegara,
c.  Berkurang atau hilangnya dukungan rakyat, dan
d.  Perlawanan rakyat.
3. Akibat bagi Bangsa dan Negara
Bagi bangsa dan negara, adanya pembatasan oleh pemerintahterhadap hak warganya akan berakibat terjadinya hal berikut:
a. Dengan sedikitnya masukan dan dukungan dari rakyat, maka pembangunan bangsa dan Negara dapat terhambat,
b. Stabilitas nasional dapat terganggu, dan
c. Negara kehilangan pikiran – pikiran dan ide-ide kreatif dari rakyat.
3. Konsekuensi Mengemukakan Pendapat Tanpa Batas
Di muka telah dikatakan bahwa meskipun kita memiliki hak kemerdekaan mengemukakan pendapat, tetapi dalam penggunaannya tidak dapat dilakukan dengan sekehendak hati atau sebebas-bebasnya. Hak kemerdekaan yang kita miliki tetap dibatasi oleh hak kemerdekaan yang sama yang juga dimiliki oleh orang lain. Dengan kata lain, kebebasan mengemukakan pendapat tersebut harus dilaksanakan secara bertanggung jawab. Maknanya, dalam mengemukakan pendapat harus dilandasi akal sehat, niat baik, dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Dengan demikian, pendapat yang dikemukakan tersebut bukan saja bermanfaat bagi dirinya, melainkan juga bermanfaat bagi orang lain, masyarakat atau bahkan bagi bangsa dan negara.
Apabila hak kebebasan mengemukakan pendapat tersebut digunakan tanpa batas atau tidak bertanggung jawab, maka dapat mengakibatkan orang atau pihak lain tersinggung perasaannya, bahkan dapat menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Jika situasinya sudah meresahkan masyarakat, maka pemerintah dengan segala kewenangannya dapat mengambil tindakan pembatasan – pembatasan yang diperlukan demi terhentinya keresahan yang ada dalam masyarakat. Jadi jelas sekarang, bahwa penggunaan hak kemerdekaan mengemukakan pendapat yang tanpa batas atau tidak bertanggung jawab dapat merusak sendi – sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Penyampaian pendapat yang tanpa batas dan tidak bertanggung jawab akan menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
- melahirkan suasana tidak tertib, kekacauan dan tidak aman
- merusak rasa kebersamaan
- menimbulkan ancaman keselamatan umum
- memunculkan rasa permusuhan, penghinaan, dendam
- memunculkan hasutan, provokasi dan saling memfitnah antar warga
- melanggar hak dan kewajiban orang lain
4.Dasar/landasan  Hukum Tentang Kemerdekaan Mengeluarkan Pendapat Secara Bebas dan Bertanggung Jawab
Landasan-landasan hukum tersebut antara lain :
1.      Piagam PBB Pasal 19 dan 20
           Pasal 19
“Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hal ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat – pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan keterangan – keterangan dan pendapat – pendapat dengan cara apapun juga dan tidak memandang batas – batas”.
         Pasal 20
Ayat  1: “Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berpendapat.”
Ayat 2: “Tidak ada seorang juga pun dapat dipaksa memasuki salah satu perkumpulan.”
2.      Pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi :”Kemerdekaan berserikat, dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”.
3.      Pasal 28 E ayat 3 yang berbunyi :”Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.
4.      Piagam Hak Asasi Manusia Indonesia dalam Tap. MPR No. XVIII/MPR/1998, pasal 19 yaitu ”Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.
5.      Undang-undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum
6.      Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pasal 3 ayat 2 sebagai berikut nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum dan keutuhan bangsa
7.      Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
8.      Undang-undang No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

5.  Hakikat Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat Secara Bebas dan Bertanggung Jawab
Pentingnya kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab dapat dilihat dalam tujuan pengaturan tentang kemerdekaan mengemukakan pendapat di muka umum sebagai berikut (Pasal 4 UU No. 9 Tahun1998):
1. Kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab dimaksudkan untuk mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945;
2. Kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab dimaksudkan untuk mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat;
3. Kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab dimaksudkan untuk mewujudkan iklim yang kondusif bagi berkembangnya partisipasi dan kreativitas setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi;
4. Kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab dimaksudkan untuk menempatkan tanggung jawab sosial kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, tanpa mengabaikan kepentingan perorangan atau kelompok. Oleh karena itu, ada beberapa asas yang harus ditaati dalam kemerdekaan mengemukakan pendapat di muka umum (Pasal 3 UU No. 9 Tahun 1998), yaitu:
1. asas keseimbangan antara hak dan kewajiban,
2. asas musyawarah dan mufakat, 3. asas kepastian hukum dan keadilan,
4. asas proporsionalitas, dan
5. asas manfaat.
Kewajiban dan tanggung jawab warga negara dalam melaksanakan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab di muka umum (Pasal 6 UU No. 9 Tahun 1998) terdiri atas:
1. menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain,
2. menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum,
3. menaati hukum dan ketentuan peraturan perundangundangan yangberlaku,
4. menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum, dan
5. menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
Pada sisi lain aparatur pemerintah memiliki kewajiban dan tanggung ja-wab dalam melaksanakan kemerdekaan mengemukakan pendapat secara bebas dan bertanggung jawab di muka umum (Pasal 7 UU No. 9 Tahun 1998), yaitu:
1. melindungi hak asasi manusia,
2. menghargai asas legalitas,
3. menghargai prinsip praduga tidak bersalah, dan
4. menyelenggarakan pengamanan.
Sedang masyarakat berhak berperan serta secara bertanggung jawab agar penyampaian pendapat di mukaumum dapat berlangsung secara aman, tertib, dan damai (Pasal 8 UU No. 9 Tahun 1998).
6.  Tata Cara Mengemukakan Pendapat Secara Bebas Bertanggung Jawab
1. Tata Cara Penyampaian Pendapat di Muka Umum
Tata cara penyampaian pendapat di muka umum ada 3 antara lain :
 secara lisan antara lain : dengan pidato, dialog, diskusi
secara tulisan antara lain dengan petisi, gambar, pamflet, poster, brosur, selebaran dan spanduk
lain-lain misalnya sikap membisu dan mogok makan

2.  Tata Cara Mengemukakan Pendapat di Muka Umum
Tata cara mengemukakan pendapat di muka umum antara lain :
penyampaian pendapat di muka umum harus diberitahukan secara tertulis kepada Polri pemberitahuan harus disampaikan oleh pemimpin atau penanggung jawab, tiap seratus orang pelaku harus ada 5 orang penanggung jawab pemberitahuan selambat lambatnya 3 X 24 jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima Polri setempat
Surat pemberitahuan untuk mengemukakan pendapat memuat hal-hal antara lain :
- maksud dan tujuan
- tempat
- lokasi dan rute
- waktu dan lama
- bentuk
- penanggung jawab
- nama dan alamat organisasi
- kelompok atau perorangan
- alat peraga yang digunakan
- jumlah peserta

Kewajiban Polri setelah menerima surat pemberitahuan adalah :
a. segera memberi tanda terima pemberitahuan
b. berkoordinasi dengan penanggung jawab kegiatan untuk mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat mengganggu keamanan, ketertiban dan kedamaian kegiatan
c. berkoordinasi dengan pimpinan lembaga/instansi yang akan menjadi tujuan penyampaian pendapat
d. mengamankan tempat, lokasi dan rute

7. Sikap Positif terhadap Penggunaan Hak Mengemukakan Pendapat Secara Bebas dan Bertanggung Jawab
Kemerdekaan mengemukakan pendapat dimuka umum harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, selain dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku dan prinsip hukum internasional sebagaimana terccantum dalam Pasal 29 Deklarasi Universal Hak – Hak Asasi Manusia, yang antara lain menetapkan sebagai berikut:
1.      Setiap orang memiliki kewajiban terhadap masyarakat yang memungkinkan pengembangan kepribadian secara bebas dan penuh.
2.      Dalam pelaksanaan hak kebebasan, setiap orang harus tunduk semata – mata pada pembatasan yang ditentukan oleh undang – undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan dan penghargaan terhadap hak serta kebebasan orang lain, untuk memenuhi syarat-syarat yang adil bagi moralitas, ketertiban, serta kesejateraan umum dalam suatu masyarakat yang demokratis.
3.      Hak dan kebebasan ini sama sekali tidak boleh dijalankan secara bertentangan dengan tujuan dan asas Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB).
Berdasarkan Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1998 terdapat lima asas yang merupakan landasan kebebasan bertanggung jawab dalam berpikir dan bertindak untuk menyampaikan pendapat di muka umum. Kelima asas tersebut, yaitu
1.      Asas Keseimbangan antara hak dan kewajiban,
2.      Asas Musyawarah dan Mufakat,
3.      Asas Kepastian hukum dan keadilan,
4.      Asas Proporsionalitas, serta
5.      Asas Mufakat.
Yang dimaksud asas proporsionalitas adalah asas yang meletakkan segala kegiatan sesuai dengan konteks atau tujuan kegiatan tersebut, baik yang dilakukan oleh warga negara,institusi, maupun aparatur pemerintah yang dilandasi oleh etika individual, etika sosial, dan etika institusional.
Agar setiap warga negara dapat menggunakan hak kemerdekaan mengemukakan pendapat dengan baik, maka setiap warga Negara perlu mengerti hak dan kewajiban warga Negara dalam mengemukakan pendapat.
1. Hak
Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak untuk
·         Mengeluarkan pikiran secara bebas, dan
·         Memperoleh perlindungan hukum
2.  Kewajiban
Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk
·         Menghormati hak – hak an kebebasan orang lain,
·         Menghormati aturan – aturan moral yang diakui umum,
·         Mentaati hukum dan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku,
·         Menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum, dan
·         Menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.

PSIKOLOGI HUKUM PERKEMBANGAN II

BAB II
HUKUM PERKEMBANGAN II
A.       Pendahuluan
1.               Latar Belakang
Psikologi perkembangan merupakan bagian dari psikologi yang mempelajari tentang pertumbuhan dan perkembangan baik dari aspek fisik, kognitif maupun psikososial manusia dari mulai lahir sampai kematiannya. Selama rentang kehidupan manusia, telah terjadi banyak pertumbuhan dan perkembangan dari mulai lahir sampai meninggal dunia. Tetapi kebanyakan orang tidak mengetahui serta memahami pola umum perkembangan dan pertumbuhan anak pada tiap-tiap fasenya, Di dalam aspek psikologi perkembangan terdapat hukum perkembangan yang membahas tentang prinsip-prinsip yang mendasari perkembangan fisik maupun psikis individu. Untuk itu dalam mempelajari psikologi perkembangan harus mengetahui prinsip apa saja yang akan mendasari dalam perkembangan serta pertumbuhan individu tersebut. Maka dari itu penting bagi seorang pendidik untuk mengetahui psikologi perkembangan yang didalamnya terdapat materi hukum perkembangan khususnya bagi pendidik yang nantinya dapat memahami dan memberikan bimbingan terhadap anak, sesuai dengan taraf perkembangan anak didiknya, sehingga proses pendidikan akan berjalan dengan sukses dalam mencapai tujuannya.
2.               Rumusan Masalah
a.    Jelaskan apa pengertian yang dimaksud dengan hukum perkembangan?
b.    Sebutkan apa saja macam-macam hukum perkembangan II ? jelaskan!
3.               Tujuan
a.    Untuk mengetahui pengertian dari hukum perkembangan.
b.    Untuk mengetahui macam-macam hukum perkembangan beserta penjelasannya.
B.       Pembahasan
1.               Pengertian Hukum Perkembangan
Perkembangan merupakan perubahan yang terus-menerus dialami, tetapi ia tetap menjadi kesatuan. Perkembangan berlangsung dengan perlahan-tahan. melalui masa demi masa. Kadang-kadang seseorang mengalami masa krisis pada masa kanak-kanak dan masa pubertas. Menurut hasil penelitian para ahli ternyata bahwa perkembangan jasmani dan rohani berlangsung menu­rut hukum-hukum perkembangan tertentu.[1] Perkembangan menghasilkan bentuk-bentuk dan ciri-ciri kemampuan baru yang berlangsung dari tahap aktivitas yang sederhana ke tahap yang lebih tinggi.[2]
Setelah membaca pendapat para ahli dapat kita simpulkan bahwa perkembangan memang dialami setiap orang semenjak ia dilahirkan, untuk melihat perkembangan itu cepat atau lambat setiap orang tidaklah sama.
Pengertian "hukum", dalam ilmu jiwa perkembangan, tidaklah sama dengan yang biasa dikenal dalam dunia perundang-undangan peradilan. Dalam ilmu jiwa perkembangan, istilah hukum tidak dapat diasosiasikan misalnya, dengan hukum perdata atau hukum pidana. Melainkan, yang dimaksud "hu­kum perkembangan" adalah: kaidah fundamental tentang realitas kehidupan anak-anak (manusia), yang telah disepakati kebenarannya berdasarkan hasil pemikiran dan penelitian yang seksama. Misalnya: seorang anak baru bisa berkembang, apabila ia dalam keadaan hidup. Ini merupakan hukum yang sudah pasti, sehingga tak mungkin dibantah kebenarannya oleh siapapun juga. Jadi, hidup adalah syarat mutlak bagi terjadinya proses per­kembangan. Karena sudah pasti dan mutlak kebenarannya, ma­ka dalam ilmu jiwa perkembangan, susunan kalimat pernyataan seperti itu disebut hukum.
Selanjutnya perlu dikemukakan, bahwa istilah lain yang dipergunakan orang dalam kaitan ini, ternyata banyak sekali. Hukum perkembangan, kadang-kadang disebut teori perkembang­an, kaidah perkembangan, prinsip perkembangan, asas perkem­bangan, sifat dasar perkembangan, dan sebagainya. Ada pula yang mempergunakan dalam  bentuk gabungan, misalnya:hu­kum dan teori perkembangan. Sementara yang lain, menulisnya dengan tanda strip, seperti:hukum/teori/kaidah perkembangan. Baiklah, secara teoritis keilmuan, memang semuanya itu mungkin-mungkin saja dilakukan. Katakanlah: disebut teori, karena ia merupakan hasil penelitian yang sudah baku. Disebut kaidah, karena berguna sebagai pedoman bagi para pendidik atau siapa saja yang memerlukannya. Akan tetapi, dalam tulisan ini sengaja dipergunakan satu istilah saja, hukum perkembangan.[3]
2.               Macam-macam Hukum Perkembangan II
a.    Hukum Kesatuan Organis
Tak dapat dipungkiri bahwa setiap diri manusia terdiri dari organ-organ yang berhubungan satu dengan lainnya, dari keselruhan organ tersebut merupakan satu kesatuan organism yang tak dapat dipisah-pisahkan. Apabila diperhatikan perkembangannya, maka organ satu akan selalu berhubungan dan diikuti oleh organ lainnya yang disebut kesatuan organ.[4]
Menurut hukum ini anak adalah satu kesatuan organis, bukan suatu penjumlahan atau suatu kumpulan unsur yang berdiri sendiri. Pernyataan-pernyataan psikis satu sama lain saling bersangkul-paut, pengaruh-mempengaruhi dan merupakan suatu keseluruhan. Pertumbuhan dan perkembangan adalah diferensiasi atau pengkhususan dari totalitas pada unsur-unsur atau bagian-bagian baru, bukan kombinasi dari unsur-unsur atau bukan suatu kumpulan dari bagian-bagian. Daya dan fungsi jiwa tidaklah berkembang satu demi satu atau terlepas satu sama lain, melainkan saling bersangkut paut. Misalnya, ingatan tidak berkembang dan maju sendiri tanpa hubungan dan sangkut paut dengan pengamatan dan perhatian.[5] Dalam garis besarnya dalam diri manusia terdapat dua jenis organ: pisik dan psikis, raga dan jiwa, atau jasmani dan rohani. Fisik, mempunyai banyak bagian, seperti: kepala, mata, telinga, hidung, mulut, leher, tangan, badan, kaki. dan Iain-lain. Sedang organ psikis, bisa disebutkan seperti: pengamatan, tanggapan, ingatan, fantasi, inteligensi, dan Iain-Iain. Menurut hukum kesatuan organis, dalam proses perkembangan seseorang, setiap organ tersebut mempunyai jalinan sedemikian erat, se­hingga satu dengan yang lain saling pengaruh mempengaruhi. Perkembangan organ yang satu, secara otomatis akan berpengaruh terhadap keadaan organ yang lain. Ini berlaku secara umum, baik intra maupun antar organ pisik dan psikis. Sebagai contoh, bisa dianalisis keterkaitan perkembangan organ-organ psikis. Taruhlah misalnya, tentang perkembangan fungsi pengamatan. Ketika seseorang mengamati sesuatu, katakanlah sebuah pemandangan alam yang indah, maka fungsi pi­kiran, perasaan, kemauan, fantasi, dan sebagainya, akan ikut pula bekerja. Mungkin ia akan berpikir, merenungkan keagunggan dzat penciptanya. Ia juga akan merasai, menikmati, dan menghayati keindahan alam tersebut. Mungkin juga, akhirnya limbul kemauan untuk melukisnya setelah tiba di rumah untuk menghasilkan lukisan yang baik, perlu didukung oleh ketajaman fantasi. Begitulah kenyataannya, keterlibatan satu organ dalam proses perkembangan, akan mempengaruhi organ yang lain.
Jika demikian, menurut kita kesatuan organ dalam diri seseorang itu memang sangatlah penting, karena jika setiap organ tidak menyatu maka pasti terjadi masalah pada diri seseorang tersebut.
b.    Hukum Perbandingan
Adalah kenyataan, bahwa seluruh bagian tubuh manusia ini saling berkaitan satu dengan yang lain. Keterkaitan tersebut, satu segi telah mengakibatkan misalnya, jika ada bagian jasmani yang sakit, maka fungsi rohani - terutama perasaan - niscaya ikut merasakannya. Tetapi karena keterkaitan seperti itu pulalah, dari segi yang lain, bisa menimbulkan "persaingan" atau dalam ilmu jiwa perkembangan disebut "perbandingau". Maksudnya, perkembangan suatu fungsi, kadang-kadang bisa mengakibatkan kurang berkembangnya fungsi yang lain. Ini berlaku menurut hukum perbandingan. Yakni, semakin pesat suatu fungsi berkembang, walau tak selalu, akan semakin tampak terjadinya kemunduran pada fungsi yang lain.
Contoh yang paling gampang, adalah perbandingan antara perkembangan jasmani dan rohani. Seringkali terjadi, anak atau orang dewasa yang jasmaninya tumbuh besar, kekar, kuat, dan gagah; tetapi di bidang rohani, misalnya dalam hal kemampuan berpikir, ia tergolong mundur dibanding rata-rata yang lain. Umum mengatakan: "besar badan kurang pikiran". Sementara, ada pula mereka yang berbadan kecil, kurus, ceking; tetapi memiliki daya pikir yang kuat dan lancar sekali. Mereka digelari: "lebih besar pikiran, daripada badan". Ini bukan berarti, menolak sebuah ungkapan: "pada badan yang kuat terletak akal yang sehat". Akan tetapi, biasanya masyarakat umum justru lebih tertarik untuk memperbincangkan keanehan-keanehan yang memang juga terjadi di kalangan mereka. Perkem­bangan jasmani dan rohani yang tidak seimbang, adalah satu contoh terjadinya hukum perbandingan.[6]
Hukum perbandingan tidak dapat dipungkiri adanya, karena setiap manusia mempunyai rasa itu. Baik membandingkan hal-hal yang kecil ataupun hal-hal yang besar sekalipun.
c.     Hukum Penjelajahan
Sesuai dengan istilahnya yaitu eksploratif yang berarti penjelajahan, hukum masa eksploratif yang di pelopori oleh seorang ahli dari belanda yang bernama langeveld berpandangan bahwa perkembangan individu itu merupakan suatu proses yang berlangsung sebagai suatu penjelajahan dan penemuan dari individu yang bersangkutan. Oleh karena itu, dia perlu mengenal dan mempelajari segala sesuatu yang ada di dunia sekelilingnya pada saat kehadirannya. Untuk dapat mengenali dunia sekelilingnya, dia perlu melakukan penjelajahan agar kemudian menemukan bermacam-macam kehidupan duniawi dan nilai-nilai kemanusiaan. Melalui proses penjelajahan dan penemuan-penemuan dunianya itulah individu mengalami perkembangannya.[7]
Selain pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa tiap manusia mengalami penjelajahan dalam kehidupannya.
 Perkembangan seorang anak, menurut Langeveld, mengikuti apa yang disebutnya "hukum penjelajahan". Ia berpendapat, bahwa setiap anak lahir dan memasuki dunia ini sebagai warga yang baru. Maka wajarlah, ia belum banyak mengetahui perihal kehidupan dunia yang masih "baru" baginya itu. Untuk mengetahuinya, perlu ada semacam kegiatan "orientasi dan penyelidikan", tetapi ini berjalan terus-menerus. Kegiatan tersebut, menurut Langeveld, dilakukan oleh setiap manusia dalam proses perkembangannya, walau boleh jadi dalam volume dan variasi yang berbeda-beda. Si kecil yang masih dalam ayunan itu, siuJah melakukan penjelajahan, sekurangnya dengan jalan mengamat-amati  keadaan di sekitarnya.
Tetapi yang lebih nyata, kegiatan "menjelajah" ini, dilaku­kan oleh anak-anak usia sekolah dasar, di samping para remaja yang obyeknya sudah semakin luas lagi. Sering dijumpai, anak-anak bcrusia 8-10 tahun, begitu pulang dari sekolah, bukunya ditaruh sembarangan saja. Lalu cepat-cepat makan, ini pun kadang-kadang lupa, terus "amblas" keluar rumah, dan baru kembali menjelang matahari terbenam. Secara bergerombol, mereka" pergi "menjelajah": dari kebun ke kebun, menelusuri anak sungai, ke ladang dan ke sawah, mencari burung, jangkrik, katak dan benda-benda yang dirasanya aneh. Mereka lihat dan selidiki keadaan benda-benda itu, kemudian dibawanya pulang untuk disimpan.
Dari hasil kegiatan "menjelajah" yang dilakukan kelompok semacam ini, J. Wullur menceriterakan sebuah kasus yang aneh, tetapi lucu. Seorang ibu jadi terkejut dan pucat mukanya, ketika menghidangkan makanan ringan dalam sebuah to­ples untuk tamunya. Semula, toples itu benar-benar berisi kue. Akan tetapi anehnya, begitu dibuka dan sang tamu dipersilahkan mengambil kue, tiba-tiba dari dalam toples itu berloncatan binatang kecil-kecil seperti belalang dan jangkrik. "Astaga," kata ibu itu, sambil menahan rasa malu di hadapan tamunya. Ternyata, anak laki-lakinya, si Sunaryo, yang telah menyimpan barang-barang hasil penjelajahannya itu, tanpa memberitahu ibunya lebih dahulu. Hukum penjelajahan, begitulah yang dipopulerkan oleh Langeveld.[8]
d.    Hukum Konvergensi
 Perkembangan manusia pada dasarnya tidak hanya dipengaruhi oleh faktor pembawaan sejak lahir, tetapi juga oleh lingkungan pendidikan. Hal ini berarti masa depan kehidupan manusia, tak terkecuali para siswa, bergantung pada potensi pembawaan yang mereka warisi dari orangtua pada proses pematangan, dan pada proses pendidikan yang mereka alami. Seberapa jauh perbedaan pengaruh antara pembawaan dengan lingkungan, bergantung pada besar kecilnya efek lingkungan yang dialami siswa.
Apabila pengaruh lingkungan sama besar dan kuatnya dengan pembawaan siswa, maka hasil pendidikan yang didapat siswa itu pun akan seimbang dan baik, dalam arti tidak ada satu faktor pun yang dikorbankan secara sia-sia. Seterusnya, apabila pengaruh lingkungan lebih besar dan lebih kuat dari pada pembawaan, hasil pendidikan siswa hanya akan sesuai dengan kehendak lingkungan, dan pembawaan (watak dan bakat) siswa tersebut akan terkorbankan. Sebaliknya, jika pembawaan siswa lebih besar dan lebih kuat pengaruhnya daripada lingkungan, hasil pendidikan siswa tersebut hanya sesuai dengan bakat dan kemampuannya tanpa bisa berkembang lebih jauh, karena ketidakmampuan lingkungan. Oleh karena itu, terlalu kecilnya pengaruh lingkungan pendidikan, misalnya mutu guru dan fasilitas yang rendah akan merugikan para siswa yang membawa potensi dan bakal yang baik.[9]
e.    Hukum Rekapitulasi
Hukum ini mejelaskan, Perkembangan psikis anak adalah ulangan secara singkat perkembangan umat manusia. Seluruh perkembangan umat manusia terulang dalam waktu beberapa tahun saja secara singkat dalam perkembangan anak.
Asal mula hukum rekapitulasi ini diperkenlkan oleh Hackel seorang ahli biologi, memperkenalkan hukum biogenetis. Sebagaimana dikutip Zulkifli (2002) Dalam hukum itu dikatakan" Oniogenese adalah rekapitalasi dari phylogenese adalah kehidupan nenek moyang suatu bangsa. Teori rekapitulasi mengatakan bahwa perkembangan yang dialami seorang anak merupakan ulangan secara cepat sejarah kehidupan suatu bang­sa yang berlangsung dengan lambat selama berabad-abad.[10] Jika pengertian rekapitulasi ini dialihkan (ditransfer) ke psikologi perkembangan, dapat dikatakan bahwa perkembangan jiwa anak mengalami ulangan ringkas dari sejarah kehidupan manu­sia mulai dari bangsa-bangsa primitif sampai kepada kehidupan kebudayaan bangsa yang ada dewasa ini. Mereka membagi-bagi kehidupan anak sebagi berikut:[11]
1.         Masa memburu dan menyamun
Masa berburu dan menyamun yang berlangsung sampai kira-kira 8 tahun, pada masa ini anak-anak didalam permainan mereka terutama menunjukkan kesenangan dan kegemaran mereka dalam hal menangkap binatang-binatang, berburu binatang, bermain dengan panah-panahan, membuat rumah-rumahan dsb.[12]
2.         Masa menggembala
Masa ini dialami ketika anak berusia sekitar 10 tahun, tanda-tandanya, misainya anak senang memelihara binatang seperti ayam, kambing, kelinci, merpati, itik, angsa.
3.         Masa bercocok tanam
Masa ini dialami anak ketiak ia berusia sekitar 12 tahun, tandanya senang berkebun, menyiram bunga, koleksi tanaman hias.
4.         Masa berdagang
Masa ini dialami anak ketika ia berusia sekitar 14 tahun, tanda-tandanya anak senang tukar rnenukar koleksi perangko, kirim foto ke sahahat pena, dsb.[13]
f.      Hukum Kematangan
Pangkal tolak hukum kematangan, seperti halnya hukum perkembangan yang lain, ialah: bahwa setiap anak itu pada dasarnya memiliki potensi naluriah untuk berkembang, asal tersedia lingkungan yang memadai untuk keperluan tersebut. Tetapi kenyataannya. kemampuan yang dibawa sejak lahir dan lingkungan yang melatihnya, tak akan bisa berbuat apa-apa, kecuali jika sang anak memang telah "matang" untuk melakukan sesuatu tugas perkembangan.
Ini terbukti, anak yang masih berumur 5 atau 6 bulan, tak mungkin bisa berjalan; sekalipun oleh pengasuhnya diusahakan mati-matian. Sebabnya sederhana: "ia memang belum matang untuk itu". Dan jika telah "matang", sekedar dilatih ala-kadarnya saja, niscaya anak tersebut akan segera pahdai berjalan. Maka jelaslah, kematangan itu merupakan sesuatu yang mesti ada, dan karenanya ia termasuk salah satu hukum perkembangan.
g.    Hukum Ketidakberdayaaan 
Ketika dilahirkan, anak manusia berada dalam keadaan amat tidak berdaya. Tetapi, ini bukan berarti suatu kekurangan, melainkan justru mengandung segi-segi kelebihan. Pertama, dalam ketidakberdayaan itulah, anak yang baru lahir berhasil memikat orang dewasa, terutama ibu dan ayahnya, untuk mengasuh dan memperlakukannya dengan hati-hati serta penuh kasih sayang. Kedua, dalam ketidakberdayaan itu tersimpan makna, bahwa ia memerlukan tahap-tahap perkembangan yang panjang. Semakin panjang jalan perkembangan yang mesti ditempuh, satu segi bisa berarti semakin banyak pula hasil yang sempat diperoleh.
Para ahli, tampaknya cenderung membandingkan ketidak­berdayaan anak manusia ini dengan anak binatang, terutama ketika sama-sama baru lahir. Ketika baru lahir, anak binatang jauh lebih mampu dan cekatan dari seorang bayi. Begitu menetas, anak ayam sudah bisa berjalan, bahkan mencari makanan. Anak itik, malah terus bisa berenang. Tetapi anak manusia? Belum mampu berbuat apa-apa. Hanya, ini adalah ketidakber­dayaan pada masa permulaan saja. Oleh karena, kelak anak manusia itu bisa menjadi makhluk yang berkebudayaan tinggi, jauh di atas cara hidup anak binatang yang dulu pernah meng-unggulinya. Meskipun demikian, ketidakberdayaan anak manu­sia di awal kehidupannya, adalah kenyataan yang dipandang penting dalam studi ilmu jiwa perkembangan.
h.    Hukum Perlindungan
Karena awal kehidupannya yang sangat tidak berdaya, ma­ka adalah merupakan keharusan yang hakiki bahwa anak manu­sia itu membutuhkan perlindungan atau pertolongan dari orang dewasa, terutama ayah ibu dan anggota keluarganya yang lain. Tanpa ada perlindungan atau pertolongan sebagai dimaksud, si anak tidak mungkin dapat berkembang dengan normal dan sempurna. Perlindungan dan pertolongan untuk anak seperti terpenuhinya kebutuhan: makan, minum, tempat tinggal, pakaian, dan perawatan lahiriah lainnya. Sedang perlindungan psi­kis, misalnya dengan menjamin terpenuhinya kebutuhan: kasih sayang, rasa aman, tenteram, gembira, dan bahagia.
Tetapi perlu diingat, bahwa perlindungan dan pertolongan yang diberikan kepada seorang anak, hendaknya dalam batas kewajaran. Artinya tidak terlalu kurang, dan tidak pula berlebihan. Oleh karena, telah dibuktikan melalui sejumlah penelitian, bahwa pertolongan yang kurang dan berlebih-lebihan, keduanya sama saja, dapat menghambat perkembangan anak. Anak yang kurang terawat, akan menjadi lemah badan dan minder perasaan. Sebaliknya, anak yang terlalu dimanja, mung­kin jasmaninya tampak sehat, tetapi rohaninya menyandang cacat, misalnya tak berani menanggung resiko kehidupannya ke­lak di kemudian hari. Meskipun demikian, yang paling pokok, untuk setiap anak mestilah ada jaminan perlindungan dan pertolongan. Karenanya, perlindungan bisa dimasukkan ke dalam kategori hukum perkembangan.[14]
Menurut pendapat kami, meskipun perlindungan dan pertolongan dibutuhkan oleh setiap individu, akan tetapi semua itu harus seimbang dan dalam waktu yang sewajarnya saja. Jikalau itu berlebihan, maka akan menimbulkan akibat yang buruk pula.
C.        Kesimpulan
1.    Hu­kum perkembangan adalah kaidah fundamental tentang realitas kehidupan anak-anak (manusia), yang telah disepakati kebenarannya berdasarkan hasil pemikiran dan penelitian yang seksama.
2.    Hukum Kesatuan Organis, Menurut hukum ini anak adalah satu kesatuan organis, bukan suatu penjumlahan atau suatu kumpulan unsur yang berdiri sendiri.
Hukum Perbandingan adalah kenyataan, bahwa seluruh bagian tubuh manusia ini saling berkaitan satu dengan yang lain.
Hukum Penjelajahan : Perkembangan seorang anak, menurut Langeveld, mengikuti apa yang disebutnya "hukum penjelajahan". Ia berpendapat, bahwa setiap anak lahir dan memasuki dunia ini sebagai warga yang baru.
Hukum Konvergensi : Perkembangan manusia pada dasarnya tidak hanya dipengaruhi oleh faktor pembawaan sejak lahir, tetapi juga oleh lingkungan pendidikan.
Hukum Rekapitulasi : Hukum ini mejelaskan, Perkembangan psikis anak adalah ulangan secara singkat perkembangan umat manusia. Seluruh perkembangan umat manusia terulang dalam waktu beberapa tahun saja secara singkat dalam perkembangan anak.
Hukum Kematangan : Pangkal tolak hukum kematangan, seperti halnya hukum perkembangan yang lain, ialah: bahwa setiap anak itu pada dasarnya memiliki potensi naluriah untuk berkembang, asal tersedia lingkungan yang memadai untuk keperluan tersebut.
Hukum Ketidakberdayaaan  : Ketika dilahirkan, anak manusia berada dalam keadaan amat tidak berdaya. Tetapi, ini bukan berarti suatu kekurangan, melainkan justru mengandung segi-segi kelebihan.
Hukum Perlindungan : Karena awal kehidupannya yang sangat tidak berdaya, maka adalah merupakan keharusan yang hakiki bahwa anak manu­sia itu membutuhkan perlindungan atau pertolongan dari orang dewasa, terutama ayah ibu dan anggota keluarganya yang lain.
DAFTAR RUJUKAN
Ahmadi, Abu dan Munawar Sholeh. 2005. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Rineka Cipta.
Bawani, Imam. 1985. Pengantar Ilmu Jiwa Perkembangan. Surabaya : Bina Ilmu.
Desmita. 2007.  Psikologi Perkembangan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Desmita. 2010. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Hidayati, Wiji. 2008. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : Teras.
Ali, Muhammad dan Muhammad Asrori. 2006. Psikologi Remaja perkembangan peserta didik. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Romlah. 2010.  Psikologi Pendidikan. Malang : UMM Press.
Soerjabrata, Soemadi. 1975. Psychologi Perkembangan. Yogyakarta : Rake Press.
Syah, Muhibbin. 2007. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Zulkifli. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
 
KeluarJangan Lupa Klik Like Dan Follow ya!