Hukum menetapkan apa yang
harusdilakukan dan/atau apa yang boleh dilakukan serta yang dilarang. Sasarann hukum
yang hendak dituju bukan saja orang yang nyata-nyata berbuat melawan hukum,
melainkan juga perbuatan hukum yang mungkin akan terjadi, dan kepala alat
perlengkapan negara untuk bertindak menurut hukum. Sistem bekerjanya hukum yang
demikian itu merupakan salah satu bentuk penegakan hukum.
Proses pembangunan dapat menimbulkan
kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat juga mengakibatkan
perubahan kondisi sosial masyarakat yang memiliki dampak sosial negatif,
terutama menyangkut masalah peningkatan tindak pidana yang meresahkan
masyarakat. Salah satu tindak pidana yang dikatakan cukup fenomeal adalah
masalah korupsi. Tindak pidana ini tidak hanya merugikan keuangan negara,
tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi
masyarakat.
Diberbagai belahan dunia, korupsi
selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengantindak pidana
lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingat dampak negatif yang ditimbulkan
oleh tindak pdana ini. Dampak yang ditimbulkan dapat mnyentuh berbagai bidang
kehidupan. Korupsi merupakan masalah serius, tindak pidana ini dapat
membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial
ekonomi, dan juga politik, serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan
moralitas karena lambat laun perbuatan ini seakan menjadi sebuah budaya.
Korupsi merupakan ancaman terhadapa cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur.
Selama ini korupsi lebih banyak
dimaklumi oleh berbagai pihak daripada memberantasnya, padahal tindak pidana
korupsi adalah salah satu jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai bidang
kehidupan. Korupsi merupakanmasalah serius, tindak pidana ini dapat
membahayakan stabilitas dan keamanan masalah serisu, tindak pidana ini dapat
membahayakan pembangunan sosial ekonomi, dan juga politik, serta dapat merusak
nilai-nilai demokrasi dan moralitas karena lambat laun perbuatan ini seakan
menjadi sebuah budaya. Korupsi merupakan ancaman terhadap cita-cita menuju
masyarakat adil dan makmur.
Selama ini korupsi lebih banyak
dimaklumi oleh berbagai pihak daripada memberantasnya, padahal tindak pidana
korupsi adalah salah satu jenis kejahatan yang dapat menyentuh beragai
kepentingan yang menyangkut hak asasi, ideologi negara, perekonomian, keuangan
negara, moral bangsa,dan sebagainya, yang merupakan perilaku jahat yang
cenderung sulit untuk ditanggulangi. Sulitnya penanggulangan tindak pidana
korupsi atau minimnya pidana yang ditanggung oleh terdakwa yang tidak sebanding
dengan apa yang dilakukanya. Hal ini sangat merugikan negara dan menghambat
pembangunan bangsa. Jika hal ini terjadi secara terus-menerus dalam waktu yang
lama, dapat meniadakan rasa keadilan dan rasa kepercayaan atas hukum dan
peraturan perundang-undangan oleh warga negara. Perasaan tersebut memang tekah
terlihat semakin lama semakin menipis dan dapat dibuktikan dari banyaknya
masyarakat yang ingin melakukan aksi main hakim sendiri kepada pelaku tindak
pidana didalam kehidupan masyarakat dengan mengatasnamakan keadilan yang tidak
dapat dicapai dari hukum, pearturan perundang-undangan, dan juga para penegak
hukum di Indonesia.
Kasus-kasus tindak pidana korupsi
sulit diungkapkan karena para pelakunya menggunakan peralatan canggih serta
biasanya dilakukan oleh lebih dari satu orang dalam keadaan yang terselubung
dan terorganisasi. Oleh karena itu, kejahatan ini sering disebut while collar
crime atau kejahatan kerah putih.
Menyadari kompleknya permasalahan
korupsi ditengah-tengah krisis multidimensional serta ancaman nyata yang pasti
akan terjadi, yaitu dampak dari kejahatan ini. Maka tindak pidana korupsi dapat
dikategorikan sebagai permasalahan nasional yang harus dihadapi secara
sungguh-sungguh melalui keseimbangan langkah-langkah yang tegas dan jelas
dengan melibatkan semua potensi yang ada dalam masyarakat khususnya
pemerintah dan aparat penegak hukum.
Korupsi di Indonesia terus
menunjukkan peningkatan dari tahun kje tahun . tindak pidan korupsi sudah
meluas kedalam masyarakat, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah
kerugian negara, maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin
sitematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Kegagalan elit politik Indonesia
melakukan upaya serius memberantas korupsi jelas akan membahayakan demokrasi.
Rakyat akan menyalahkan demokrasi atas kesulitan yang dihadapinya. Padahal,
kesulitan itu disebabkan oleh korupsi.
Korupsi di Negara Indonesia sudah
dalam tingkat kejahatan korupsi politik. Kondisi Indonesia yang terserang
kanker politik dan ekonomi sudah dalam stadium kritis. Kanker ganas korupsi
terus menggerogoti saraf vital dalam tubuh negara Indonesia, sehingga terjadi
krisis institusional. Korupsi politik dilakukan oleh orang atau institusi yang
memiliki kekuasaan politik, atau oleh konglomerat yang melakukan hubungan
transaksional kolutif dengan pemegang kekuasaan. Dengan demikian, praktik
kejahatan luar biasa berupa kejahatan kekuasaan ini berlangsung secara
sistematis.
Diberlakukannya Undang-Undang
Korupsi dimaksudkan untuk menanggulangi dan memberantas korupsi. Politik
kriminal merupakan strategi penanggulangan korupsi yang melekat pada
Undang-Undang Korupsi. Mengapa dimensi politik krimnal tidak berfungsi, hal ini
terkait dengan sistem penegakan hukum di negara Indonesia yang tidak egaliter.
Sistem penegakan hukum yang berlaku dapat menempatkan koruptor tingkat tinggi
diatas hukum. Sistem penegakan hukum yang tidak kondusif bagi iklim demokrasi
ini diperparah dengan adanya lembaga pengampunan bagi konglomerat korup hanya
dengan pertimbangan selera, bukan dengan pertimbangan hukum.
Telaah terhadap sebab-sebab yang
mendorong seseorang buntuk melakukan korupsi akan memberi dasar buat menemukan
alternatif-alternatif pemecahan masalah korupsi. Sesuai dengan
argumentasi-argumentasi yang telah diuraikan, upaya-upaya untuk mengatasi
persoalan korupsi dapat ditinjau dri struktur atau sistem sosial, dari segi
yuridis, maupun segi etika atau akhlak manusia. Satu hal yang telah jelas ialah
bahwa korupsi adalah tingkah laku pejabat yang menyimpanng dari norma-norma
yang sudah diterima oleh masyarakat dan digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan
pribadi. Sementara itu korupsi juga menjadi fenomena yang tak terelakkan dalam
setiap sistem pemerintahan. Tidak ada satupun sistem sosial yang benar-benar
steril dari korupsi karena akan selalu ada individu-ibdiviu yang senang memilih
jalan pintas untuk kepentingan diri sendiri meskipunmereka mengetahui dengan
kesadaran penuh bahwa tindakannya tak dapat dibenarkan secara moral. Oleh sebab
itu yang diperlukan adalah kewaspadaan yang terus menerus akan bahaya korupsi
serta sikap-sikap tanpa kompromi terhadap bibit-bibit korupsi. Ini penting
karena setiap bentuk korupsi akan memiliki potensi untuk menhakibatkan efek
metastis sehingga menjalar secara cepat menjadi skandal yang sangat merugikan
negara.
Oleh karena itu, sikap konsisten
merupakan model paling utama untuk melawan korupsi. Setiap unsur masyarakat dan
pengelola negara harus senantiasa memeiliki kepedulian yang besar terhadap
isu-isu korupsi dan melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan setiap kali
muncul gejala korupsi, dimanapun ia berada. Gejala korupsi tidak boleh
didiamkan saja kalau tidak, ia akan merembet secara ganas dan untuk
menanggulanginya perlu energi lebih besar.
Dengan memperhatikan faktor-faktor
yang menjadi penyebab korupsi dan bagaimana faktor-faktor tersebut berpengaruh
terhadap terjangkitnya korupsi, dapatlah dikemukakan beberapa landasan untuk
menangkalnya.
1.
Cara sistemik-struktural
Telah
diketahui bahwa korupsi dapat bersumber dari kelemahan-kelemahan yang terdapat
pada sistem politik dan sistem administrasi negaradengan birokrasi sebagai
perangkat pokoknya.
2. Cara abolisionistik
2. Cara abolisionistik
Cara
ini berangkat dari asumsi bahwa korupsi adalah suatu kejahatan yang harus
diberantas dengan terlebih dahulu menggali sebab-sebabnyadan kemudian
penanggulangan diarahkan pada usaha-usaha menghilangkan sebab-sebab tersebut.
3.
Cara moralistik
Faktor
penting dalam persoalan korupsi adalah faktor sikap dan mental manusia. Cara moralistik
dapat dilakukan secara umum melalui pembinaan mental dan moral ,manusia ,
khotbah-khotbah, ceramah-ceramah atau penyuluhan dibidang keagamaan, etika dan
hukum.
Upaya –upaya
untuk menangkal korupsi akan kurang berhasil bila ancangan yang dilakukan hanya
sepotong-sepotong. Oleh kartena itu, upaya tersebut hendaknya dimulai secara
sistematis, melibutkan semua unsur masyarakat. Sudah jelas bahwa kita sangat
membutuhkan pendayagunaan suprastruktur maupun infrastruktur politik. Selama
ini harus diakui bahwa beban perencanaan dan perumusan kebijakan-kebijakan
pembangunan kita lebih berat kepada suprastruktur politik. Inilah yang menjadi
salah satu penyebab kurangnya kontrol dari masyarakat luas. Untuk itu, kini
tiba saatnya untuk menata kembali program-program pembangunan sedemikian rupa sehingga
beban pembangunan beralih dari suprastruktur politik ke infrastruktur politik,
antara lain dengan meneruskan kebijakan deregulasi dan debirokratisasi
seoptimal mungkin.
Kegiatan-kegiatan
pers mesti digalakkan tanpa sikap curiga yang berlebihan dari pihak pemerintah.
Pers yang diperlukan adalah pers yang mampu mewakili aspirasi masyarakat luas,
menemukan berbagai bentuk penyimpangan administratif , serta mampu menjadi
sarana komunikasi timbal balik antara rakyat dan pemerintah. Pers yang
diperlukan adalah pers yang mampu mewakili aspirasi masyarakat luas, menemukan
berbagai bentuk penyimpangan administratif, serta mampu menjadi sarana
komunikasi timbal-balik antara rakyat dan pemerintah. Pers hendaknya bukan hanya
menjadi corong bagi pernyataan-pernyataan pejabat teteapi juga dapat menjadi
alat kontrol bagi adanya penyelewengan-penyelewengan program pembangunan karena
pengawasan pembangunan tidak mungkin sepenuhnya diserahkan kepada satuan-satuan
pengawas struktural maupun fungsional.Selain itu
sistem administrasi negara atau sistem birokrasi juga perlu dibenahi terus
menerus sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan administrasi modern. Hal pertama yang
dapat dilakukan adalah dengan mengurangi kecenderungan ke arah sentralisasi.
Pengawasan terhadap kemungkinan tindakan-tindakan korup hanya dapat dilakukan
secara efektif jika komponen-komponen pengawasan dapat dibagi antara pusat dan
daerah serta antara aparat eksekutif dan legislatif.
Usaha lain
yang tentu saja harus dilaksanakan secara berkesinambungan ialah melakukan
pemeriksaan atau pengawasan terhadap seluruh lembaga pemerintahan. Secara
sederhana pengawasan beararti pengamatan atas pelaksanaan seluruh kegiatan
organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang dilaksanakan itu sesuai
dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Jika pengawasan difungsikan
untuk mencegah korupsi, pengawasan mempunyai ruang lingkup material keuangan
negara yang dalam hal ini meliputi.
a. Semua
pengeluaran dan penerimaan pemerintah, baik pusat maupun daerah.
b. Semua
kekayaan negara yang ada pada departemen-departemen atau lembaga-lembaga negara
beserta instansi-instansi vertikalnya.
c. Semua
kekayaan daerah beserta instansi-instansinya.
d. Semua
kekayaan negara dipisahkan.
e. Semua
kekayaan dari badan, baik badan hukum publik maupun badan hukum perdata yang
dibiayai atau disubsidi oleh negara atau dimana negara mempunyai kepentingan
keuangan.
Sesungguhnya Undang-Undang TIPIKOR dibuat oleh pemerintah untuk mengurangi
tindak tanduk korupsi di Indonesia. Undang-Undang ini diharapkan mampu
memberantas korupsi dan menjadikan Indonesia lebih baik. Namun dalam
pelaksanaannya, banyak sekali ditemukan pelemahan-pelamahan pasal Undang-Undang
Tindak Pidana Korupsi yang terkadang cenderung menguntungkan beberapa pihak,
dan malah melindungi aktor korupsi itu sendiri.
Pemerintahan
diartikan sebagai mekanisme, praktek dan tata cara pemerintahan dan warga
mengatur sumber daya serta memecahkan masalah-masalah publik. Disini pemerintah
hanya menjadi salah satu aktor dan tidak selalu menjadi aktor paling
menentukan. Kualitas pemerintahan dinilai dari kualitas interaksi yang terjadi
antara komponen pemerintahan yaitu pemerintah, civil society, dan sektor swasta.
Secara terminologis, pemerintahan
sebagai kepemerintahan sehingga masih banyak yang beranggapan bahwa
pemerintahan adalah sinonim dari pemerintah. Interpretasi dari praktek-praktek
pemerintahan selama ini memanglebih banyak mengacu pada perilaku dan kapasitas
pemerintah, sehingga pemerintahan yang baik seolah-olah otomatis akan tercapai
apabila ada pemerintah yang baik. Pemerintahan yang baik memiliki unsur-unsur
akuntabilitas, partisipasi,
predictability dan transparansi.
Good governance sebagai pola
baru dalam penyelenggaraan pemerintahan akan sulit diwujudkan tanpa dibarengi
dengan upaya menciptakan pemerintah yang bersih (clean government). Pemerintahan yang bersih sendiri terkait erat
dengan akuntabilitas administrasi publik dalam menjalankan tugas, fungsi dan
tanggung jawabnya. Apakah dalam menjalankan tugas, fungsi dan wewenang yang
diberikan kepadanya, mereka melakukan tindakan yang menyimpang dari etika
administrasi publik ataukah tidak.
Undang-Undang
Tindak Pidana Korupsi sebagai hukum pidana (termasuk dalam hukum pidana khusus)
didayagunakan untuk menanggulangi tindak pidana korupsi. Pendayagunaan ini
perlu dibahas, dan juga mengenai karakteristik UUTPK sehubungan dengan
kelahirannya disemangati gerakan reformasi tentu pengaturannya berbeda dengan
perundang-undangan yang sebelumnya. Sebagai upaya penanggulangan kejahatan,
UUTPK merupakan salah satu sarana yang memerlukan sarana lain
secara terpadu, dan kesemuanya itu sebagai pengoperasian perundang-undangan
pidana di dalam masyarakat, maka tidak dapat terpisahkan dari problema
kemasyarakatan menyangkut politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Dalam kaitan
itu, pemahaman proyeksi penanggulangan korupsi secara menyeluruh menjadi
penting.
Pengertian Hukum Administrasi Negara
A.
Hukum Administrasi Negara
Banyak para ahli yang memberikan definisi pada administrasi
negara diantaranya sebagai berikut.
- Menurut John M. Pfifner dan Robert V.Presthus adalah
1. Administrasi
negara meliputi implementasi kebijaksanaan pemerintah yang telah ditetapkan
oleh badan-badan perwakilan politik.
2. Adminiustrasi
negara dapat didefinisikan sebagai koordinasi usah-usah perorangan dan kelompok
untuk melaksanakan kebijaksanaan pemerintah. Hal ini terutama meliputi
pekerjaan sehari-hari pemerintah.
3. Secara
ringkas, Administrasi Negara adalah suatu proses yang bersangkutan dengan
pelaksanaan kebijakan-kebijakan pemerintah, pengarahan kecakapan dan
teknik-teknik yang tidak terhingga jumlahnya, memeberikan arah dan maksud
terhadap usaha sejumlah orang.
1.
Administrasi Negara adalah suatu kerja samakelompok dalam
lingkungan pemerintahan
2.
Administrasi negara meliputi ketiga cabang pemerintahan
yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif serta hubungan diantara mereka.
3.
Administrasi Negara mempunyai peranan penting dalam perumusan
kebijaksanaan pemerintah dan karenanya merupakan sebagian dari proses politik.
4.
Administrasi Negara sangat erat berkaitan dengan berbagai
maca, kelompok dan perorangan dalam menyajikan pelayanan kepada masyarakat.
5.
Administrasi Negara dalam beberapa hal berbeda pada
penempatan pengertian dengan administrasi perseorangan.
Administrasi negara adalah
administrasi dari negara sebagai
oraganisasi, dan administrasi yang mengejar tujuan-tujuan yang bersifat
kenegaraan.
Menurut
Abdulrachman Administrasi Negara adalah ilmu yang
mempelajari pelaksanaan dari politik negara
Administrasi negara adalah sutu studi
mengenai bagaimana bermacam-macam badan pemerintah diorganisir, diperlengkapi dengan
tenaga tenaganya, dibiayai, digerkkan dan dipimpin.
Administrasiu Negara adalah manajemen dan
organisasi dari manusia dan peralatannya guna mencapai tujuan pemerintah.
Administrasi Negara adalah kegiatan
pemerintah didalam melaksanakan kekuasaan politiknya.
Administrasi
Negara daPat dirumuskan sebagai seluruh proses baik yang dilakukan organisasi
maupun perseorangan yang berkaitan dengan penerapan atau pelaksanaan hukum dan
peraturan yang dikeluarkan oleh badan legislatif, eksekutif, serta peradilan.
Karena objek disiplin Ilmu Administrasi Negara adalah
pelayanan publik, sehingga yang dikaji terutama adalah keberadaan berbagai
organisasi publik. Maka Lloyd D. Musolf dan Harold Seidman dalam tulisan mereka
berjudul The blurred Boundaries of Public Administration, melihat pada
batasan-batasan administrasi publik.
Hal ini karena
bagi merka tampak bahwa setiap keadaan yang bertambah maju, pemerintah pada
semua tingkat memberikan tanggung jawab aktifitas yang penting dan kompleks,
namun ada lembaga yang semu (apakah yang bersangkutan termasuk lembaga
administrasi pemerintah atau swasta seperti LKMD, BUMN, bank swasta, Palang
Merah dan lain-lain). Kecenderungan ini dicerminkan dalam kegiatan pemerintah
mensponsori perusahaan perusahaan swasta, badan hukum yang tidak mencari
keuntungan dan pusat-pusat penelitian kontrak. Untuk itu kita harus melihat
kepada siapa responsibility dan accountability disampaikan.
Gerald E. Caiden dalam bukunya Public Administration memberikan patokan bahwa untuk menentukan
apakah suatu organisasi tersebut termasuk pemerintah adalah dengan melihat tiga
hal, yaitu organisasinya dibentuk dengan peraturan pemerintah, karyawannya
disebut pegawai negeri, dan pembiayaannya berasal dari uang rakyat.
Namun demikian ada tujuh hal khusus dari Publik
Administrasi, yaitu tidak dapat dielakkan (anovidable),
senantiasa mengharapkan ketaatan (expect
obedience), mempunyai prioritas (has
priority), mempunyai pengecualian (has
exceptional), puncak pemimpin politik (top
management political), sulit diukur (difficult
to measure) sehingga kita terlalu banyak mengharapkan dari administrasi
publik ini (more is expected of public
administration).
B.
Korupsi
Korupsi berasal dari kata latin corrumpere, corruptio atau
corruptus. Arti harfiah dari kata ini
adalah penyimpangan dari kesucian (profanity),
tindakan tak bermoral , kebejatan, kebusukan, kerusakan, ketidakjujuran, atau
kecurangan. Dengan demikian, ia punya konotasi adanya tindakan-tindakan hina,
fitnah atau hal-hal yang buruk lainnya.
Dalam Ensiklopedia Indonesia disebut “Korupsi”(dari
bahasa latin : Corruptio : Penyuapan;
Corruptore : Merusak) gijala dimana para pejabat, badan-badan
negara menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta
ketidakbersean lainnya. Adapun arti harfiah dari korupsi berupa:
a. Kejahatan,
kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidakjujuran
(S.Wojowisto-W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia,
Indonesia-Inggris, Penerbit : Hasta, Bandung.
b. Perbuatan
yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya. ( W.J.S.
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Penerbit: Balai Pustaka, 1976).
c. 1. Korup (busuk; suka menerima uang suap
uang/sogok; memgang kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya)
2. Korupsi(perbuatan
busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya)
3. Koruptor
(orang yang korupsi).
(Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern,
Penerbit Pustaka Amani, Jakarta).
Secara harfiah korupsi
merupakan sesuatu yang busuk, jahat dan
merusak. Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan
semacam itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan
yang busuk, jabatan dalam instansi atau
aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian,
faktor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga atau golongan kedalam
kedinasan dibawah kekuasaan jabatannya. Dengan demikian, secara harfiah dapat
ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya istilah korupsi memiliki arti yang sangat
luas.
1. Korupsi,
penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan dan sebagainya)
untukkepentingan pribadi dan orang lain.
2. Korupsi
: busuk; rusak ; suka memakai barang atau uang yang dipercayakan kepadanya;
dapat disogok (melalui kekuasaannya untuk kepentingan pribadi).
Adapun menurut Subektie dan Tjitrosoedibio dalam Kamus
Hukum, yang dimaksud curruptie adalah korupsi; perbuatan curang; Tindak pidana
yang merugikan negara.
Baharuddin Lopa dalam bukunya kejahatan Korupsi dan
Penegakan Hukum membagai korupsi menurut sifatnya dalam 2 (dua) bentuk, yaitu
sebagai berikut.
a. Korupsi
yang bermotif terselubung
Yakni korupsi secara sepintas kelihatannya bermotif politik, tetapi secvara
tersembunyi sesungguhnya bermotif mendaptkan uang semata.
b. Korupsi
yang bermotif ganda
Yaitu seseorang melakukan korupsi secara lahiriah kelihatannya hanya
bermotifkan mendapatkan uang, teatapi sesungguhnya bermotif lain, yakni
kepentingan politik.
Istilah korupsi di Indonesia pada mulanya hanya
terkandung dalam khazanah perbincangan umum untuk menunjukkan
penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan pejabat-pejabat negara. Namun,
karena pemerintah sendiri memandang bahwa masalah ini bisa merongrong kelancaran
tugas-tugas pemerintah dan merugikan
ekonomi negara, maka dirumuskanlah peraturan khusus tentang korupsi sehingga
pengertian korupsi kemudian tidak saja menjadi istilah dalam
perbincangan-perbincangan ringan tetapi juga dalam perbincangan masalah-masalah
kenegaraan. Untuk pertama kalinya korupsi menjadi istilah yuridis dalam
peraturan penguasa militer PRT/PM/06/1957 tentang pemberantasan korupsi. Dalam
peraturan ini, korupsi diartikan sebagai perbuatan-perbuatan yang merugikan
keuangan dan perekonomuan negara”. Selanjutnya dirumuskan pula
tindakan-tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi.
1. Setiap
perbuatan yang dilakukan oleh siapapun juga untuk kepentingan diri sendiri,
untuk kepentingan orang lain, atau untuk kepentingan suatu badan yang langsung
menyebabkan kerugian bagi keuangan dan perekonomian negara.
2. Setiap
perbuatan yang dilakukan oleh seorang pejabat yang menerima gaji atau upah dari
keuangan negara ataupun dari suatu badan
yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah yang dengan
mempergunakan kesempatan atau kewenangan atau kekuasaan yang diberikan
kepadanya oleh jabatan, langsung atau tidak langsung membawa keuntungan atau
material baginya.
C.
Lembaga yang berwenang menangani TIPIKOR
A. Kejaksaan
Pada pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004
tentang Kejaksaan Republik Indonesia ditentukan bahwa Jalsa adalah pejabat
fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum serta wewenang lain berdasarkan
undang-undang. Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga negara pemerintahan
yang melaksanakan kekuasaan negara dibidang penuntutan harus bebas dari
pengaruh kekuasaan pihak manapun, yakni dilaksanakan secara merdeka terlerpas
dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya. Kejaksaan
sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut lebih berperan dalam
menegakkan supremasi hukum, perlinf=dungan kepentingan umum, penegakan hak
asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Didalam Pasal 1 butir 6 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 disebutkan bahwa :
a. Jaksa
adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak
sebagai penuntu umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
b. Penuntut
umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan
penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
Sebagaimana telah dijelaskan,
bahwa wewenang jaksa adalah bertindak sebagai penuntut umum dan sebagai
eksekutor. Sementara tugas penyidikan ada ditangan polri, sebagaimana diatur
dalam pasal 1 butir 1 KUHAP yang menyatakan: “penyidik adalah pejabat polisi
negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang
diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan” dan
diatur lebih lanjut pada Pasal 6 KUHAP.adapun yang dimaksud dengan penyidikan
adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya ( Pasal 1 butir 2 KUHAP).
Pasal 91 ayat (1) KUHAP
mengatur tentang kewenangan jaksa (penuntut umum) untuk mengambil alih berita
acara pemeriksaan. Seyogyanya jika tidak ada kewenangan untuk melakukan
penyidikan, maka berita acara pemeriksaan itu diambil alih, dan dapat
ditafisrkan tidak sah.
Sesuai ketentuan Pasal 284 ayat
(2) KUHAP yang menyatakan:
“dalam waktu dua tahun setelah
undang-undang ini diundangkan, maka terhadap semua perkara diberlakukan
ketentuan undang-undang ini, dengan pengecualian untuk sementara mengenai ketentuan khusus acae piadana sebagaimana
tersebut apada undang-undang tertentu, sampai ada perubahan dan/atau dinyatakan
tidak berlaku lagi.”
Yang dalam penjelasannya,
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “ketentuan khusus acara piadana
sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu” adalah ketentuan khusus acara
pidana sebagaimana tersebut pada:
1. Undang-Undang
tentang pengusutan, penuntutan dan peradilam Tindak Pidana Ekonomi
(Undang-Undang Nomor& Darurat Tahun 1955)
2. Undang-Undang
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971).
Dengan catatan bahwa semua ketentuan khusus acara pidana
sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu akan ditinjau kembali, diubah
atau dicabut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Agar supaya ada kesatuan pendapat mengenai makna dari
pasal 284 ayat (2) KUHAP, dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983
tentang pelaksanaan KUHAP. Pada Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
1983 disebutkan:
“Penyidik menurut ketentuan khusus acara pidana
sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 284 ayat (2) KUHAP dilaksanakan oleh Penyidik, Jaksa, dan Pejanabat
Penyidik yang berwenang lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.”
Pada penjelasannya disebutkan”wewenang penyidikan tindak
pidana tertentu yang diatur secara khusus oleh undang-undang tertentu dilakuakn
oleh Penyidik, Jaksa, dan Pejabat Penyidik yang berwenang lainnya untuk ditujuk
berdasarkan undang-undang.”
Dengan berlakunya KUHAP, dimana ditetapkan bahwa
tugas-tugas penyidikan diserahkan sepenuhnya kepada pejabat penyidik
sebagaimana diatur dalam Pasal 6 KUHAP, maka kejaksaan tidak lagi berwenang untuk
melakukan penyidikan terhadap perkara-perkara tindak piadana umum. Namun
demikian, sesuai dengan ketentuan Pasal 284 ayat (2) KUHAP jo. Pasal 17
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983, Jaksa masih berwenang untuk melakukan
penyidikan terhadap tindak pidana tertentu (Tindak Pidana Khusus).
B. Polri
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia, dalam Pasal 14 huruf g ditegaskan “Kepolisian
Negara Republik Indonesia bertugas melakukan penyelidikan dan penyelidikan
terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan
perundang-undangan lainnya.
a. melakukan
penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
b. melarang
setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan.
c. Membawa
dan menhgadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan.
d. Menyuruh
berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal
diri.
e. Melakukan
pemeriksaan dan penyitaan surat.
f. Memanggil
orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
g. Mendatangkan
orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.
h. Mengadakan
penghentian penyidikan.
i.
Menyerahkan berkas perkara kepada Penuntut Umum.
j.
Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat
imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadan mendesak
atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka untuk malakukan
tindak pidana.
k. Memberikan
petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik PNS serta menerima hasil
penyidik PNS untuk diserahkan kepada Penuntut Umum.
l.
Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung
jawab.
C. Komisi
Pemberantasan Korupsi
A.
Umum
Bahwa lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak
pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas
tindak pidana korupsi. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam
masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari
jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi
kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang
memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali
akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi
juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak pidanakorupsi
yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak sosial dan
hak ekonomi masyarakat. Oleh karea itu, tindak pidana korupsi tindak pidana
korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah
menjadi suatu kejahatan yang luar biasa. Begitupun dalam upaya pemberantasannya
tidak lagi dapat dilakukan dilakukan secara biasa, tetapi dituntut cara-cara
yang luar biasa.
Penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi
yang dilakukan secara konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai
hambatan. Untuk itu diperlukan metode penegakan hukum secara luar biasa melalui
pembentukan suatu badan khusus yang mempunyai wewenang luas, independen serta
bebas dari kekuasaan manapun dalam upaya
pemberantasan tindak pidana korupsi, yang pelaksanannya dilakuakn secara
optimal, intensif, efektif, professional serta berkesinambungan.
Dalam rangka mewujudkan supremasi hukum, pemerintah telah
meletakkan landasan yang kuat dalam usaha memrangi tindak pidana korupsi. Semua
kebijakan tersebut tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
Kewenangan Komisi
pemberantasan Korupsi dalam melakuakn penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
tindak pidana korupsi meliputi tindak pidana korupsi yang:
1.
Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara,
dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan
oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.
2.
Mendapat perhatian
yang meresahkan masyarakat.
3.
Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp
1.000.000.000,00 (satu milliar rupiah) (Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002).
Dalam menjalankan tugas dan wewnangnya, komisi
pemberantasan korupsi berdasarkan pada :
a. Kepastian
hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan
perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan menjalankan
tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi.
b. Keterbukaan
adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakatuntuk memperoleh informasi
yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang kinerja Komisi Pemberantasan
Korupsi dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
c. Akuntabilitas
adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan
Komisi Pemberantasan Korupsi harus dapat dipertanggungjawabkankepada masyarakat
atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d. Kepentingan
umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang
aspiratif, akompdatif, dan selektif.
e. Proporsionalitas
adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara tugas, wewenang, tanggung
jawab dan kewajuban Komisi Pemberantasan Korupsi.
B.
Tugas, wewenang dan kewajiban Komisi Pemberantasan
korupsi
1. Tugas
Komisi pemberantasan Korupsi.
a. Koordinasi
dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
b. Supervisi
terhadap instansi yang berwenang melakuakan pemberantasan tindak pidana
korupsi.
c. Melakukan
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidan korupsi
d. Melakukan
tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
e. Melakuak
monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara (Pasal 6 Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002).
2. Wewnang
Komisi Pemberantasan Korupsi
a. Mengkoordinasikan
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi.
b. Menetapkan
sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi.
c. Meminta
informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi
yang terkait.
d. Melaksanakan
dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi.
e. Meminta
laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi (Pasal 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002).
f. Wewenang
lain bisa dilihat dalam pasal 12, 13 dan 14 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002.
3. Kedudukan
Komisi Pemberantasan Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi berkedudukan di Ibukota negara Republik
Indonesia dan wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara Republik
Indonesia. Komisi Pemberantasan Korupsi dapat membentuk perwakilan di daerah
provinsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi
terdiri atas :
a. Pimpinan
Komisi Pemberantasan Korupsi yang terdiri atas lima anggota Komisi
Pemberantasan Korupsi.
b. Tim
Penasehat yang terdiri atas empat anggota.
c. Pegawai
Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai pelaksana tugas. (Pasal 21 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002).
C.
Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan
Segala kewenangan yang berkaitan dengan penyelidikan,
penyidikan dan penuntutan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahin 1981
Tentang Hukum Acara Pidana berlaku juga bagi penyelidik, penyidik dan penuntut
umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (pasal 38 ayat (1)).
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukukm Acara Pidana tidak berlaku bagi
penyidik tindak pidana korupsi.
Penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana
korupsi dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku dan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pwmberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
Kesimpulan
Yang seharusnya dicari dan
ditemukan dalam memberantas korupsi bukanlah hanya simpati dan dukungan akan
tetapi juga empati yang membangunkan perasaan tidak adil dalam masyarakat jika
virus penyakit terus dibiarkan.
Empati dapat di tumbuhkan
sejak masa kanak-kanak sampai dewasa melalui kurikulum berbagai jenjang
pendidikan. Bahkan menumbuhkan empati akan mengembangkan budaya anti korupsi
diaman tidak ada rasa iba terhadap mereka yang memiliki virus penyakit tersebut
melainkan justru harus menumpasnya untuk mengembalikan orang tersebut bebas
dari virusnya. Sehingga pintu maaf dan rasa salah harus dilahirkan dalam masa
pengasingan yang bersangkutan dari masyarakat melalui hukuman yang
setimpaldengan perbuatan dan akibatnya terhadap masyarakat, bangsa dan
bernegara.
Undang–Undang Tindak
Pidana Korupsi itu memang sudah ditarik kembali oleh Kementerian Hukum dan HAM
dari Sekretariat Negara, dan akan diperbaiki kembali. Tetapi publik akan ingat
bahwa Undang – Undang Tipikor itu mencerminkan niat pemerintah untuk
kompromistis terhadap koruptor. Penghilangan pasal tentang hukuman mati atau
pasal tentang ancaman hukuman minimal terhadap individu yang terbukti melakukan
korupsi menunjukan betapa tolerannya rezim sekarang ini terhadap koruptor.
Desain pemberantasan
korupsi harus dipertegas. Seharusnya, pemerintah memfasilitasi gerakan seperti
ini dan bukan menggembosi gerakan antikorupsi. Undang-Undang Tipikor harus
diperkuat, bukan dilemahkan. Sudah pasti Undang-Undang itu lebih menyerap
aspirasi para koruptor, bukan aspirasi rakyat.
Daftar Pustaka
- Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Cet. I, Sinar Grafika Offset, Jakarta, 2005,
- Inu Kencana Syafiie, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta, 2003
- Kumorotomo, Wahyudi, Etika Administrasi Negara, Ed.1-7, Jakrta, PT Raja Gravindo Persada, 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar