WELCOME IN MY ADVENTURE

Judul

Sabtu, 18 Mei 2013

FUNGSI DAN PERANAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI

      Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini berarti bahwa Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan pancasila dan UUD 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia , dan menjamin semua warga bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintah wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
   Hukum menetapkan apa yang harusdilakukan dan/atau apa yang boleh dilakukan serta yang dilarang. Sasarann hukum yang hendak dituju bukan saja orang yang nyata-nyata berbuat melawan hukum, melainkan juga perbuatan hukum yang mungkin akan terjadi, dan kepala alat perlengkapan negara untuk bertindak menurut hukum. Sistem bekerjanya hukum yang demikian itu merupakan salah satu bentuk penegakan hukum.
       Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat juga mengakibatkan perubahan kondisi sosial masyarakat yang memiliki dampak sosial negatif, terutama menyangkut masalah peningkatan tindak pidana yang meresahkan masyarakat. Salah satu tindak pidana yang dikatakan cukup fenomeal adalah masalah korupsi. Tindak pidana ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat.
     Diberbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengantindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindak pdana ini. Dampak yang ditimbulkan dapat mnyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi merupakan masalah serius, tindak pidana ini dapat membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial ekonomi, dan juga politik, serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas karena lambat laun perbuatan ini seakan menjadi sebuah budaya. Korupsi merupakan ancaman terhadapa cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur.
     Selama ini korupsi lebih banyak dimaklumi oleh berbagai pihak daripada memberantasnya, padahal tindak pidana korupsi adalah salah satu jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi merupakanmasalah serius, tindak pidana ini dapat membahayakan stabilitas dan keamanan masalah serisu, tindak pidana ini dapat membahayakan pembangunan sosial ekonomi, dan juga politik, serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas karena lambat laun perbuatan ini seakan menjadi sebuah budaya. Korupsi merupakan ancaman terhadap cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur.
     Selama ini korupsi lebih banyak dimaklumi oleh berbagai pihak daripada memberantasnya, padahal tindak pidana korupsi adalah salah satu jenis kejahatan yang dapat menyentuh beragai kepentingan yang menyangkut hak asasi, ideologi negara, perekonomian, keuangan negara, moral bangsa,dan sebagainya, yang merupakan perilaku jahat yang cenderung sulit untuk ditanggulangi. Sulitnya penanggulangan tindak pidana korupsi atau minimnya pidana yang ditanggung oleh terdakwa yang tidak sebanding dengan apa yang dilakukanya. Hal ini sangat merugikan negara dan menghambat pembangunan bangsa. Jika hal ini terjadi secara terus-menerus dalam waktu yang lama, dapat meniadakan rasa keadilan dan rasa kepercayaan atas hukum dan peraturan perundang-undangan oleh warga negara. Perasaan tersebut memang tekah terlihat semakin lama semakin menipis dan dapat dibuktikan dari banyaknya masyarakat yang ingin melakukan aksi main hakim sendiri kepada pelaku tindak pidana didalam kehidupan masyarakat dengan mengatasnamakan keadilan yang tidak dapat dicapai dari hukum, pearturan perundang-undangan, dan juga para penegak hukum di Indonesia.
       Kasus-kasus tindak pidana korupsi sulit diungkapkan karena para pelakunya menggunakan peralatan canggih serta biasanya dilakukan oleh lebih dari satu orang dalam keadaan yang terselubung dan terorganisasi. Oleh karena itu, kejahatan ini sering disebut while collar crime atau kejahatan kerah putih.
     Menyadari kompleknya permasalahan korupsi ditengah-tengah krisis multidimensional serta ancaman nyata yang pasti akan terjadi, yaitu dampak dari kejahatan ini. Maka tindak pidana korupsi dapat dikategorikan sebagai permasalahan nasional yang harus dihadapi secara sungguh-sungguh melalui keseimbangan langkah-langkah yang tegas dan jelas dengan melibatkan semua potensi yang ada dalam masyarakat khususnya pemerintah  dan aparat penegak hukum.
     Korupsi di Indonesia terus menunjukkan peningkatan dari tahun kje tahun . tindak pidan korupsi sudah meluas kedalam masyarakat, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian negara, maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sitematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.
     Kegagalan elit politik Indonesia melakukan upaya serius memberantas korupsi jelas akan membahayakan demokrasi. Rakyat akan menyalahkan demokrasi atas kesulitan yang dihadapinya. Padahal, kesulitan itu disebabkan oleh korupsi.
   Korupsi di Negara Indonesia sudah dalam tingkat kejahatan korupsi politik. Kondisi Indonesia yang terserang kanker politik dan ekonomi sudah dalam stadium kritis. Kanker ganas korupsi terus menggerogoti saraf vital dalam tubuh negara Indonesia, sehingga terjadi krisis institusional. Korupsi politik dilakukan oleh orang atau institusi yang memiliki kekuasaan politik, atau oleh konglomerat yang melakukan hubungan transaksional kolutif dengan pemegang kekuasaan. Dengan demikian, praktik kejahatan luar biasa berupa kejahatan kekuasaan ini berlangsung secara sistematis. 
   Diberlakukannya Undang-Undang Korupsi dimaksudkan untuk menanggulangi dan memberantas korupsi. Politik kriminal merupakan strategi penanggulangan korupsi yang melekat pada Undang-Undang Korupsi. Mengapa dimensi politik krimnal tidak berfungsi, hal ini terkait dengan sistem penegakan hukum di negara Indonesia yang tidak egaliter. Sistem penegakan hukum yang berlaku dapat menempatkan koruptor tingkat tinggi diatas hukum. Sistem penegakan hukum yang tidak kondusif bagi iklim demokrasi ini diperparah dengan adanya lembaga pengampunan bagi konglomerat korup hanya dengan pertimbangan selera, bukan dengan pertimbangan hukum.
     Telaah terhadap sebab-sebab yang mendorong seseorang buntuk melakukan korupsi akan memberi dasar buat menemukan alternatif-alternatif pemecahan masalah korupsi. Sesuai dengan argumentasi-argumentasi yang telah diuraikan, upaya-upaya untuk mengatasi persoalan korupsi dapat ditinjau dri struktur atau sistem sosial, dari segi yuridis, maupun segi etika atau akhlak manusia. Satu hal yang telah jelas ialah bahwa korupsi adalah tingkah laku pejabat yang menyimpanng dari norma-norma yang sudah diterima oleh masyarakat dan digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi. Sementara itu korupsi juga menjadi fenomena yang tak terelakkan dalam setiap sistem pemerintahan. Tidak ada satupun sistem sosial yang benar-benar steril dari korupsi karena akan selalu ada individu-ibdiviu yang senang memilih jalan pintas untuk kepentingan diri sendiri meskipunmereka mengetahui dengan kesadaran penuh bahwa tindakannya tak dapat dibenarkan secara moral. Oleh sebab itu yang diperlukan adalah kewaspadaan yang terus menerus akan bahaya korupsi serta sikap-sikap tanpa kompromi terhadap bibit-bibit korupsi. Ini penting karena setiap bentuk korupsi akan memiliki potensi untuk menhakibatkan efek metastis sehingga menjalar secara cepat menjadi skandal yang sangat merugikan negara.
     Oleh karena itu, sikap konsisten merupakan model paling utama untuk melawan korupsi. Setiap unsur masyarakat dan pengelola negara harus senantiasa memeiliki kepedulian yang besar terhadap isu-isu korupsi dan melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan setiap kali muncul gejala korupsi, dimanapun ia berada. Gejala korupsi tidak boleh didiamkan saja kalau tidak, ia akan merembet secara ganas dan untuk menanggulanginya perlu energi lebih besar.  
    Dengan memperhatikan faktor-faktor yang menjadi penyebab korupsi dan bagaimana faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap terjangkitnya korupsi, dapatlah dikemukakan beberapa landasan untuk menangkalnya.
1.      Cara sistemik-struktural
Telah diketahui bahwa korupsi dapat bersumber dari kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sistem politik dan sistem administrasi negaradengan birokrasi sebagai perangkat pokoknya. 
2.      Cara abolisionistik 
Cara ini berangkat dari asumsi bahwa korupsi adalah suatu kejahatan yang harus diberantas dengan terlebih dahulu menggali sebab-sebabnyadan kemudian penanggulangan diarahkan pada usaha-usaha menghilangkan sebab-sebab tersebut.
3.      Cara moralistik
Faktor penting dalam persoalan korupsi adalah faktor sikap dan mental manusia. Cara moralistik dapat dilakukan secara umum melalui pembinaan mental dan moral ,manusia , khotbah-khotbah, ceramah-ceramah atau penyuluhan dibidang keagamaan, etika dan hukum.
      Upaya –upaya untuk menangkal korupsi akan kurang berhasil bila ancangan yang dilakukan hanya sepotong-sepotong. Oleh kartena itu, upaya tersebut hendaknya dimulai secara sistematis, melibutkan semua unsur masyarakat. Sudah jelas bahwa kita sangat membutuhkan pendayagunaan suprastruktur maupun infrastruktur politik. Selama ini harus diakui bahwa beban perencanaan dan perumusan kebijakan-kebijakan pembangunan kita lebih berat kepada suprastruktur politik. Inilah yang menjadi salah satu penyebab kurangnya kontrol dari masyarakat luas. Untuk itu, kini tiba saatnya untuk menata kembali program-program pembangunan sedemikian rupa sehingga beban pembangunan beralih dari suprastruktur politik ke infrastruktur politik, antara lain dengan meneruskan kebijakan deregulasi dan debirokratisasi seoptimal mungkin.
     Kegiatan-kegiatan pers mesti digalakkan tanpa sikap curiga yang berlebihan dari pihak pemerintah. Pers yang diperlukan adalah pers yang mampu mewakili aspirasi masyarakat luas, menemukan berbagai bentuk penyimpangan administratif , serta mampu menjadi sarana komunikasi timbal balik antara rakyat dan pemerintah. Pers yang diperlukan adalah pers yang mampu mewakili aspirasi masyarakat luas, menemukan berbagai bentuk penyimpangan administratif, serta mampu menjadi sarana komunikasi timbal-balik antara rakyat dan pemerintah. Pers hendaknya bukan hanya menjadi corong bagi pernyataan-pernyataan pejabat teteapi juga dapat menjadi alat kontrol bagi adanya penyelewengan-penyelewengan program pembangunan karena pengawasan pembangunan tidak mungkin sepenuhnya diserahkan kepada satuan-satuan pengawas struktural maupun fungsional.Selain itu sistem administrasi negara atau sistem birokrasi juga perlu dibenahi terus menerus sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan administrasi modern. Hal pertama yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangi kecenderungan ke arah sentralisasi. Pengawasan terhadap kemungkinan tindakan-tindakan korup hanya dapat dilakukan secara efektif jika komponen-komponen pengawasan dapat dibagi antara pusat dan daerah serta antara aparat eksekutif dan legislatif.
      Usaha lain yang tentu saja harus dilaksanakan secara berkesinambungan ialah melakukan pemeriksaan atau pengawasan terhadap seluruh lembaga pemerintahan. Secara sederhana pengawasan beararti pengamatan atas pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang dilaksanakan itu sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Jika pengawasan difungsikan untuk mencegah korupsi, pengawasan mempunyai ruang lingkup material keuangan negara yang dalam hal ini meliputi.
a.       Semua pengeluaran dan penerimaan pemerintah, baik pusat maupun daerah.
b.      Semua kekayaan negara yang ada pada departemen-departemen atau lembaga-lembaga negara beserta instansi-instansi vertikalnya.
c.       Semua kekayaan daerah beserta instansi-instansinya.
d.      Semua kekayaan negara dipisahkan.
e.       Semua kekayaan dari badan, baik badan hukum publik maupun badan hukum perdata yang dibiayai atau disubsidi oleh negara atau dimana negara mempunyai kepentingan keuangan. 
Sesungguhnya Undang-Undang TIPIKOR dibuat oleh pemerintah untuk mengurangi tindak tanduk korupsi di Indonesia. Undang-Undang ini diharapkan mampu memberantas korupsi dan menjadikan Indonesia lebih baik. Namun dalam pelaksanaannya, banyak sekali ditemukan pelemahan-pelamahan pasal Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang terkadang cenderung menguntungkan beberapa pihak, dan malah melindungi aktor korupsi itu sendiri.
     Pemerintahan diartikan sebagai mekanisme, praktek dan tata cara pemerintahan dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalah-masalah publik. Disini pemerintah hanya menjadi salah satu aktor dan tidak selalu menjadi aktor paling menentukan. Kualitas pemerintahan dinilai dari kualitas interaksi yang terjadi antara komponen pemerintahan yaitu pemerintah, civil society, dan sektor swasta.
   Secara terminologis, pemerintahan sebagai kepemerintahan sehingga masih banyak yang beranggapan bahwa pemerintahan adalah sinonim dari pemerintah. Interpretasi dari praktek-praktek pemerintahan selama ini memanglebih banyak mengacu pada perilaku dan kapasitas pemerintah, sehingga pemerintahan yang baik seolah-olah otomatis akan tercapai apabila ada pemerintah yang baik. Pemerintahan yang baik memiliki unsur-unsur akuntabilitas, partisipasi, predictability dan transparansi.
      Good governance sebagai pola baru dalam penyelenggaraan pemerintahan akan sulit diwujudkan tanpa dibarengi dengan upaya menciptakan pemerintah yang bersih (clean government). Pemerintahan yang bersih sendiri terkait erat dengan akuntabilitas administrasi publik dalam menjalankan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya. Apakah dalam menjalankan tugas, fungsi dan wewenang yang diberikan kepadanya, mereka melakukan tindakan yang menyimpang dari etika administrasi publik ataukah tidak.
      Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi sebagai hukum pidana (termasuk dalam hukum pidana khusus) didayagunakan untuk menanggulangi tindak pidana korupsi. Pendayagunaan ini perlu dibahas, dan juga mengenai karakteristik UUTPK  sehubungan dengan kelahirannya disemangati gerakan reformasi  tentu pengaturannya berbeda dengan perundang-undangan yang sebelumnya. Sebagai upaya penanggulangan kejahatan, UUTPK  merupakan salah satu sarana yang memerlukan sarana lain  secara terpadu, dan kesemuanya itu sebagai pengoperasian perundang-undangan pidana di dalam masyarakat, maka tidak dapat terpisahkan dari problema kemasyarakatan menyangkut politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Dalam kaitan itu, pemahaman proyeksi penanggulangan korupsi secara menyeluruh menjadi penting.
Pengertian Hukum Administrasi Negara
A.     Hukum Administrasi Negara
Banyak para ahli yang memberikan definisi pada administrasi negara diantaranya sebagai berikut.
  •  Menurut John M. Pfifner dan Robert V.Presthus adalah
1.      Administrasi negara meliputi implementasi kebijaksanaan pemerintah yang telah ditetapkan oleh badan-badan perwakilan politik.
2.      Adminiustrasi negara dapat didefinisikan sebagai koordinasi usah-usah perorangan dan kelompok untuk melaksanakan kebijaksanaan pemerintah. Hal ini terutama meliputi pekerjaan sehari-hari pemerintah.
3.      Secara ringkas, Administrasi Negara adalah suatu proses yang bersangkutan dengan pelaksanaan kebijakan-kebijakan pemerintah, pengarahan kecakapan dan teknik-teknik yang tidak terhingga jumlahnya, memeberikan arah dan maksud terhadap usaha sejumlah orang.
  • Menurut Felix A.Nigro dan Lloyd G.Nigro.
1.      Administrasi Negara adalah suatu kerja samakelompok dalam lingkungan pemerintahan
2.      Administrasi negara meliputi ketiga cabang pemerintahan yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif serta  hubungan diantara mereka.
3.      Administrasi Negara mempunyai peranan penting dalam perumusan kebijaksanaan pemerintah dan karenanya merupakan sebagian dari proses politik.
4.      Administrasi Negara sangat erat berkaitan dengan berbagai maca, kelompok dan perorangan dalam menyajikan pelayanan kepada masyarakat.
5.      Administrasi Negara dalam beberapa hal berbeda pada penempatan pengertian dengan administrasi perseorangan.
  • Menurut Prajudi Atmosudirjo 
Administrasi negara adalah administrasi  dari negara sebagai oraganisasi, dan administrasi yang mengejar tujuan-tujuan yang bersifat kenegaraan.
Menurut Abdulrachman Administrasi Negara adalah ilmu yang mempelajari pelaksanaan dari politik negara
  • Menurut Edward H. Litchfield 
      Administrasi negara adalah sutu studi mengenai bagaimana bermacam-macam badan pemerintah diorganisir, diperlengkapi dengan tenaga tenaganya, dibiayai, digerkkan dan dipimpin.
  • Menurut Dwight Waldo 
      Administrasiu Negara adalah manajemen dan organisasi dari manusia dan peralatannya guna mencapai tujuan pemerintah.
  • Menurut Marshall E. Dimock, Gladys O. Dimock, Louis W. Koening 
      Administrasi Negara adalah kegiatan pemerintah didalam melaksanakan kekuasaan politiknya.
  • Menurut George J. Gordon 
     Administrasi Negara daPat dirumuskan sebagai seluruh proses baik yang dilakukan organisasi maupun perseorangan yang berkaitan dengan penerapan atau pelaksanaan hukum dan peraturan yang dikeluarkan oleh badan legislatif, eksekutif, serta peradilan.
Karena objek disiplin Ilmu Administrasi Negara adalah pelayanan publik, sehingga yang dikaji terutama adalah keberadaan berbagai organisasi publik. Maka Lloyd D. Musolf dan Harold Seidman dalam tulisan mereka berjudul The blurred Boundaries of Public Administration, melihat pada batasan-batasan administrasi publik.
      Hal ini karena bagi merka tampak bahwa setiap keadaan yang bertambah maju, pemerintah pada semua tingkat memberikan tanggung jawab aktifitas yang penting dan kompleks, namun ada lembaga yang semu (apakah yang bersangkutan termasuk lembaga administrasi pemerintah atau swasta seperti LKMD, BUMN, bank swasta, Palang Merah dan lain-lain). Kecenderungan ini dicerminkan dalam kegiatan pemerintah mensponsori perusahaan perusahaan swasta, badan hukum yang tidak mencari keuntungan dan pusat-pusat penelitian kontrak. Untuk itu kita harus melihat kepada siapa responsibility dan accountability disampaikan.
Gerald E. Caiden dalam bukunya Public Administration memberikan patokan bahwa untuk menentukan apakah suatu organisasi tersebut termasuk pemerintah adalah dengan melihat tiga hal, yaitu organisasinya dibentuk dengan peraturan pemerintah, karyawannya disebut pegawai negeri, dan pembiayaannya berasal dari uang rakyat.
     Namun demikian ada tujuh hal khusus dari Publik Administrasi, yaitu tidak dapat dielakkan (anovidable), senantiasa mengharapkan ketaatan (expect obedience), mempunyai prioritas (has priority), mempunyai pengecualian (has exceptional), puncak pemimpin politik (top management political), sulit diukur (difficult to measure) sehingga kita terlalu banyak mengharapkan dari administrasi publik ini (more is expected of public administration).
B.     Korupsi
Korupsi berasal dari kata latin corrumpere, corruptio atau corruptus. Arti harfiah dari kata ini adalah penyimpangan dari kesucian (profanity), tindakan tak bermoral , kebejatan, kebusukan, kerusakan, ketidakjujuran, atau kecurangan. Dengan demikian, ia punya konotasi adanya tindakan-tindakan hina, fitnah atau hal-hal yang buruk lainnya. 
Dalam Ensiklopedia Indonesia disebut “Korupsi”(dari bahasa latin : Corruptio : Penyuapan; Corruptore : Merusak)  gijala dimana para pejabat, badan-badan negara menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidakbersean lainnya. Adapun arti harfiah dari korupsi berupa:  
a.       Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidakjujuran (S.Wojowisto-W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris, Penerbit : Hasta, Bandung.
b.      Perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya. ( W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Penerbit: Balai Pustaka, 1976).
c.       1.   Korup (busuk; suka menerima uang suap uang/sogok; memgang kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya)
2.      Korupsi(perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya)
3.      Koruptor (orang yang korupsi).
(Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, Penerbit Pustaka Amani, Jakarta).
Secara harfiah korupsi merupakan  sesuatu yang busuk, jahat dan merusak. Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan semacam itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang  busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga atau golongan kedalam kedinasan dibawah kekuasaan jabatannya. Dengan demikian, secara harfiah dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya istilah korupsi memiliki arti yang sangat luas.
1.      Korupsi, penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan dan sebagainya) untukkepentingan pribadi dan orang lain.
2.      Korupsi : busuk; rusak ; suka memakai barang atau uang yang dipercayakan kepadanya; dapat disogok (melalui kekuasaannya untuk kepentingan pribadi).
Adapun menurut Subektie dan Tjitrosoedibio dalam Kamus Hukum, yang dimaksud curruptie adalah korupsi; perbuatan curang; Tindak pidana yang merugikan negara.
Baharuddin Lopa dalam bukunya kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum membagai korupsi menurut sifatnya dalam 2 (dua) bentuk, yaitu sebagai berikut.
a.       Korupsi yang bermotif terselubung
Yakni korupsi secara sepintas kelihatannya bermotif politik, tetapi secvara tersembunyi sesungguhnya bermotif mendaptkan uang semata.
b.      Korupsi yang bermotif ganda
Yaitu seseorang melakukan korupsi secara lahiriah kelihatannya hanya bermotifkan mendapatkan uang, teatapi sesungguhnya bermotif lain, yakni kepentingan politik.                
Istilah korupsi di Indonesia pada mulanya hanya terkandung dalam khazanah perbincangan umum untuk menunjukkan penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan pejabat-pejabat negara. Namun, karena pemerintah sendiri memandang bahwa masalah ini bisa merongrong kelancaran tugas-tugas  pemerintah dan merugikan ekonomi negara, maka dirumuskanlah peraturan khusus tentang korupsi sehingga pengertian korupsi kemudian tidak saja menjadi istilah dalam perbincangan-perbincangan ringan tetapi juga dalam perbincangan masalah-masalah kenegaraan. Untuk pertama kalinya korupsi menjadi istilah yuridis dalam peraturan penguasa militer PRT/PM/06/1957 tentang pemberantasan korupsi. Dalam peraturan ini, korupsi diartikan sebagai perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomuan negara”. Selanjutnya dirumuskan pula tindakan-tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi.
1.      Setiap perbuatan yang dilakukan oleh siapapun juga untuk kepentingan diri sendiri, untuk kepentingan orang lain, atau untuk kepentingan suatu badan yang langsung menyebabkan kerugian bagi keuangan dan perekonomian negara.
2.      Setiap perbuatan yang dilakukan oleh seorang pejabat yang menerima gaji atau upah dari keuangan  negara ataupun dari suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah yang dengan mempergunakan kesempatan atau kewenangan atau kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh jabatan, langsung atau tidak langsung membawa keuntungan atau material baginya.  
C.     Lembaga yang berwenang menangani TIPIKOR
A.     Kejaksaan
Pada pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia ditentukan bahwa Jalsa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak  sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga negara pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara dibidang penuntutan harus bebas dari pengaruh kekuasaan pihak manapun, yakni dilaksanakan secara merdeka terlerpas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya. Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlinf=dungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Didalam Pasal 1 butir 6  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 disebutkan bahwa :
a.     Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntu umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
b.    Penuntut umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa wewenang jaksa adalah bertindak sebagai penuntut umum dan sebagai eksekutor. Sementara tugas penyidikan ada ditangan polri, sebagaimana diatur dalam pasal 1 butir 1 KUHAP yang menyatakan: “penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan” dan diatur lebih lanjut pada Pasal 6 KUHAP.adapun yang dimaksud dengan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya ( Pasal 1 butir 2 KUHAP).
Pasal 91 ayat (1) KUHAP mengatur tentang kewenangan jaksa (penuntut umum) untuk mengambil alih berita acara pemeriksaan. Seyogyanya jika tidak ada kewenangan untuk melakukan penyidikan, maka berita acara pemeriksaan itu diambil alih, dan dapat ditafisrkan tidak sah.
Sesuai ketentuan Pasal 284 ayat (2) KUHAP yang menyatakan:
“dalam waktu dua tahun setelah undang-undang ini diundangkan, maka terhadap semua perkara diberlakukan ketentuan undang-undang ini, dengan pengecualian untuk sementara mengenai  ketentuan khusus acae piadana sebagaimana tersebut apada undang-undang tertentu, sampai ada perubahan dan/atau dinyatakan tidak berlaku lagi.”
Yang dalam penjelasannya, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “ketentuan khusus acara piadana sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu” adalah ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada:
1.      Undang-Undang tentang pengusutan, penuntutan dan peradilam Tindak Pidana Ekonomi (Undang-Undang Nomor& Darurat Tahun 1955)
2.      Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971).
Dengan catatan bahwa semua ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu akan ditinjau kembali, diubah atau dicabut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Agar supaya ada kesatuan pendapat mengenai makna dari pasal 284 ayat (2) KUHAP, dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP. Pada Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 disebutkan:
“Penyidik menurut ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 284 ayat (2) KUHAP dilaksanakan oleh Penyidik, Jaksa, dan Pejanabat Penyidik yang berwenang lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.”
Pada penjelasannya disebutkan”wewenang penyidikan tindak pidana tertentu yang diatur secara khusus oleh undang-undang tertentu dilakuakn oleh Penyidik, Jaksa, dan Pejabat Penyidik yang berwenang lainnya untuk ditujuk berdasarkan undang-undang.”
Dengan berlakunya KUHAP, dimana ditetapkan bahwa tugas-tugas penyidikan diserahkan sepenuhnya kepada pejabat penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal 6 KUHAP, maka kejaksaan tidak lagi berwenang untuk melakukan penyidikan terhadap perkara-perkara tindak piadana umum. Namun demikian, sesuai dengan ketentuan Pasal 284 ayat (2) KUHAP jo. Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983, Jaksa masih berwenang untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu (Tindak Pidana Khusus).
B.     Polri
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dalam Pasal 14 huruf g ditegaskan “Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas melakukan penyelidikan dan penyelidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Wewenang Kepolisian dalam proses pidana (Pasal 16):
a.       melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
b.      melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara  untuk kepentingan penyidikan.
c.       Membawa dan menhgadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan.
d.      Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri.
e.       Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
f.       Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
g.       Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.
h.      Mengadakan penghentian penyidikan.
i.        Menyerahkan berkas perkara kepada Penuntut Umum.
j.        Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka untuk malakukan tindak pidana.
k.      Memberikan petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik PNS serta menerima hasil penyidik PNS untuk diserahkan kepada Penuntut Umum.
l.        Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.  
C.     Komisi Pemberantasan Korupsi
A.     Umum
Bahwa lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak pidanakorupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak sosial dan hak ekonomi masyarakat. Oleh karea itu, tindak pidana korupsi tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan yang luar biasa. Begitupun dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan dilakukan secara biasa, tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa.
Penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi yang dilakukan secara konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan. Untuk itu diperlukan metode penegakan hukum secara luar biasa melalui pembentukan suatu badan khusus yang mempunyai wewenang luas, independen serta bebas  dari kekuasaan manapun dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, yang pelaksanannya dilakuakn secara optimal, intensif, efektif, professional serta berkesinambungan.
Dalam rangka mewujudkan supremasi hukum, pemerintah telah meletakkan landasan yang kuat dalam usaha memrangi tindak pidana korupsi. Semua kebijakan tersebut tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
            Kewenangan Komisi pemberantasan Korupsi dalam melakuakn penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi meliputi tindak pidana korupsi yang: 
1.      Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.
2.      Mendapat perhatian  yang meresahkan masyarakat.
3.      Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu milliar rupiah) (Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002).


Dalam menjalankan tugas dan wewnangnya, komisi pemberantasan korupsi berdasarkan pada :
a.       Kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan menjalankan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi.
b.      Keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakatuntuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
c.       Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan Komisi Pemberantasan Korupsi harus dapat dipertanggungjawabkankepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d.      Kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akompdatif, dan selektif.
e.       Proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara tugas, wewenang, tanggung jawab dan kewajuban Komisi Pemberantasan Korupsi.
  
B.     Tugas, wewenang dan kewajiban Komisi Pemberantasan korupsi
1.      Tugas Komisi pemberantasan Korupsi.
a.       Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
b.      Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakuakan pemberantasan tindak pidana korupsi.
c.       Melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidan korupsi
d.      Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
e.       Melakuak monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara (Pasal 6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002).
2.      Wewnang Komisi Pemberantasan Korupsi
a.       Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi.
b.      Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi.
c.       Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait.
d.      Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
e.       Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi  (Pasal 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002).
f.       Wewenang lain bisa dilihat dalam pasal 12, 13 dan 14 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002.
3.      Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi berkedudukan di Ibukota negara Republik Indonesia dan wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Komisi Pemberantasan Korupsi dapat membentuk perwakilan di daerah provinsi.
      Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri atas :
a.       Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang terdiri atas lima anggota Komisi Pemberantasan Korupsi.
b.      Tim Penasehat yang terdiri atas empat anggota.
c.       Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai pelaksana tugas. (Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002).
C.     Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan
            Segala kewenangan yang berkaitan dengan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahin 1981 Tentang Hukum Acara Pidana berlaku juga bagi penyelidik, penyidik dan penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (pasal 38 ayat (1)).
            Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukukm Acara Pidana tidak berlaku bagi penyidik tindak pidana korupsi.
            Penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pwmberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kesimpulan
     Yang seharusnya dicari dan ditemukan dalam memberantas korupsi bukanlah hanya simpati dan dukungan akan tetapi juga empati yang membangunkan perasaan tidak adil dalam masyarakat jika virus penyakit terus dibiarkan.
Empati dapat di tumbuhkan sejak masa kanak-kanak sampai dewasa melalui kurikulum berbagai jenjang pendidikan. Bahkan menumbuhkan empati akan mengembangkan budaya anti korupsi diaman tidak ada rasa iba terhadap mereka yang memiliki virus penyakit tersebut melainkan justru harus menumpasnya untuk mengembalikan orang tersebut bebas dari virusnya. Sehingga pintu maaf dan rasa salah harus dilahirkan dalam masa pengasingan yang bersangkutan dari masyarakat melalui hukuman yang setimpaldengan perbuatan dan akibatnya terhadap masyarakat, bangsa dan bernegara.
       Undang–Undang Tindak Pidana Korupsi itu memang sudah ditarik kembali oleh Kementerian Hukum dan HAM dari Sekretariat Negara, dan akan diperbaiki kembali. Tetapi publik akan ingat bahwa Undang – Undang Tipikor itu mencerminkan niat pemerintah untuk kompromistis terhadap koruptor. Penghilangan pasal tentang hukuman mati atau pasal tentang ancaman hukuman minimal terhadap individu yang terbukti melakukan korupsi menunjukan betapa tolerannya rezim sekarang ini terhadap koruptor.
      Desain pemberantasan korupsi harus dipertegas. Seharusnya, pemerintah memfasilitasi gerakan seperti ini dan bukan menggembosi gerakan antikorupsi. Undang-Undang Tipikor harus diperkuat, bukan dilemahkan. Sudah pasti Undang-Undang itu lebih menyerap aspirasi para koruptor, bukan aspirasi rakyat.
Daftar Pustaka
  • Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Cet. I, Sinar Grafika Offset, Jakarta, 2005,
  • Inu Kencana Syafiie, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta, 2003
  • Kumorotomo, Wahyudi, Etika Administrasi Negara, Ed.1-7, Jakrta, PT Raja Gravindo Persada, 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
KeluarJangan Lupa Klik Like Dan Follow ya!