WELCOME IN MY ADVENTURE

Judul

Sabtu, 18 Mei 2013

TINJAUAN YURIDIS DAN PRESPEKTIF POLITIK HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA INSES DALAM KUHP PASAL 294

     Inses berasal dari bahasa inggris yang berarti perbuatan sumbang dengan saudaranya. Dalam tradisi masyarakat Indonesia, perbuatan sumbang antar-saudara merupakanm perbuatan yang sangat bertentangan dengan adat maupun agama di Indonesia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian inses adalah hubungan seksual atau perkawinan antar dua orang yang bersaudara dekat yang dianggap melamggar adat, hukum dan agama. Data Rifka Annisa Women’s Crisis Centre, salah satu LSM di yogyakarta menunjukkan bahwa perkosaan yang bersifat inses semakin meningkat, baik inses yang bersifat sedarah seperti ayah kandung dan anaknya, kaka beradik ataupun inses karena hubungan perkawinan sumbang seperti ayah tiri dan anak tirinya dan saudara tiri. Inses sendiri termasuk delik khusus sebagaimana ditulis dalam buku “ Delik-Delik Khusus”, karya Lamintang. Dalam buku itu dijelaskan bahwa inses diatur dalam KUHP yaitu pada BAB XIV tentang Kejahatan terhadap kesusilaan Pasal 294 ayat (1) : 

            “ Barangsiapa yang melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, anak dibawah pengawasan yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa yang pemeliharaanya, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya ataupun dengan bujangnya atau bawahannya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”

     Kasus inses bisa juga disebut dengan Hidden Tragedy ( Tragedi yang tersembunyi atau tidak terekspos). Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang masih kental dengan nilai kekerabatan dan masih beradat ketimuran menganggap bahwa kasus inses sebagai aib keluarga sehingga banyak yang tidak terekspos dan pada akhirnya tidak sampai ke pengadilan. Pada kenyataannya, apabila ada suatu kasus diekspos maka akan mendapat bantuan baik dari sosial seperti bantuan hukum maupun dariu segi ilmu pengetahuan seperti mengenai wawasan mengenai dampak suatu kasus misalnya dampak kasus inses. Mayoritas masyarakat Indonesia masih awam tentang ilmu kesehatan, salah satunya tentang bahaya atau dampak dari inses ( hubungan seks sedarah/ consangunity atau sekandung) yaitu munculnya penyakit-penyakit genetik atau bawaan yang antara lainsickle cell anaemia ( animea sel sabit), cacat mental dan fisik bagi keturunan dari hasil hubungan seks sedarah atau sekandung ( inses), cystic fibross ( radang paru-paru dan pankreas), thalassemia ( penyakit darah) dan phenyl ketornia (PKU), suatu defisiensi enzim hati yang mengganggu metabolisme zat tertentu. Terjadinya inses merupakan akumulasi dari ketidak-mampuan individu mengendfalikan diri akibat penanaman nilai-nilai moral yang rendah, kesalahan pembatasan pola pergaulan dan intensnya rangsangan seks yang dihadapi. Dengan itu, kewaspadaan terhadap kehadiran laki-laki atau perempuan lain dalam lingkungan rumah harus ditingkatkan.

 Efektifitas KUHP pasal 294 Terhadap Perlindungan Hukum Bagi Korban Inses?
            Penjabaran tentang perlindungan korban inses jela sekali dalam KUHP pasal 294 yaitu hukuman penjara 7 (tujuh) tahun. Namun pada kenyataanya, banyak kasus inses yang tidak diteruskan ke pengadilan sebagaimana yang dipaparkan dalam latar belakang diatas bahwa kasus merupakan aib keluarga, disisi lain pernyataan kasus inses yang dianmggap sebagai aib itu secara tidak langsung mengabaikan hak korban. Terjadinya inses dipengaruhi oleh beberapa faktor :
1.      Faktor internal.
  1. Kondisi biologis
     Salah satu penyebab terjadinya inses karena ada kelainan biologis pelaku, terutama berkaitan dengan perilaku sosial. Kondisi biologis pelaku, pada kasus inses, pelaku bisa jadi orang yang memiliki dorongan seksual yang tinggi. Dorongan seksual yang terlalu besar dan ketidakmampuan pelaku mengendalikan nafsu seksnya dapat menjadio salah satttu penyebab terjadinya inses. Perilaku seksual yang menyimpang dari pelaku inses ini merupkan kejahatan kesusilaan yang dilakukan orang dewasa yang timbul dari ketidaksesuaian atau ketidakseimbangan antar hasrat nafsu (libido) dan kemungkinan pemuasan. Ketidakmampuan istri melayani suami juga dapat disebabkan oleh kondisi biologis istri yang yang memasuki masa-masa menopause sehingga hubungan seks dengan suami tidak dapat dilakukan lagi. Padahal nafsu seksual suami masih semakin besar dan menggebu-gebu. Dalam hal ini, ada media massa yang memberitakan bahwa seorang kakek memperkosa cucu karena istrinya sudah tua. Bahkan ada kejadian inses sampai diketahui oleh istri pelaku yang sedang sakit, tetapi istri pelaku tidak bisa berbuat apa-apa karena kondisinya yang lemah.
  1. Faktor psikologis
     Inses secara psikologis mengalami kelainan atau pel;aku memiliki kepribadian menyimpang, seperti minder, tidak percaya diri, kurang pergaulan atau cenderung menutup diri dari lingkungan, menarik diri dari pergaulan sosial dengan masyarakat dan sebagainya. Kondisi seperti itu dapat memicu terjadinya inses karena pelaku tidak berani melakukan hubungan seksual dengan orang orang yang bukan anggota keluarganya, atau pelaku menganggap melakukan hubungan seksual dengan anggota keluarga lebih aman. Mental pelaku yang tidak mampu meredam hasrat seksualnya merupakan faktor yang tidak kalah penting sebagai penyebab terjadinya kekerasan seksual dalam keluarga (inses), hal ini karena kondisi psikologis pelaku mengalami kelainan atau gangguan mental, sehingga pelaku melampiaskan hasrat seksualnya pada objek yang salah. Kondisi kejiwaan pelaku yang labil memudahkannya terangsang bahkan rangsangan atau stimuli yang kecil dapat memicu naiknya nafsu seksual pelaku. Hal ini berkaitan dengan kondisi psikologis, bahwa memang ada orang-orang yang memiliki hasrat seksual yang besar sebagai faktor bawaan dari diri dalam individu itu sendiri. Sedangkan kondisi kejiwaan pelaku inses yang labil dapat disebabkan oleh berbagai pengalaman dalam hidupnya yang berkaitan dengan seksualitas. Pelaku kekerasan seksual (inses), terutama yang belum menikah, pelaku terpicu oleh bacaan porno, video erotis serta adegan-adegan yang semestinya tidak mereka saksikan di media massa.
2.      Faktor Eksternal.
a.       Faktor Ekonomi.

     Faktor ekonomi memegang peranan yang cukup besar sebagai faktor penyebab terjadinya inses. Kasus inses dalam masyarakat umumnya terjadi dalam kelompok ekonomi menengah kebawah atau cenderung tingkat ekonomni rendah. Masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah didaerah perkotaan mempunyai keterbatasan dalam ruang gerak, batasan fisik antara laki-laki dan perempuan, keterbatasan memperolh pendidikan yang tinggi, serta keterbatasan dalam memperkaya pemahaman agama yang terkadang mereka sibuk dengan usaha mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sementara kasus inses terjadi pada masyarakat kalangan ekonomi menengah kebawah karena keterbatasan ruang dalam rumah sehingga tidak ada ruang yang memisahkan anak-anak dengan orang tuanya. Kawasan pemukiman yang berdempetan tidak memungkinkan pembedaan ruang fisik bagi anak laki-laki dengan anak perempuan, bahkan dengan kedua orang tuanya sehingga memungkinkan bagi anak-anak melihat hal-hal yang seharusnya belum saatnya mereka alami (melihat orang tua mereka ketika berhubungan badan). Dapat diasumsikan bahwa masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah keatas atau mapan, dapoat menyalurkan nafsu seksualnya dengan melakukan pernikahan atau melalui transaksi komersial di berbagai tempat dan kesempatan sehingga menjauhkannya dari kemungkinan inses. Sebaliknya, pada masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah, kemampuan untuk menikah lagi lebih terbatas secara ekonomi, apalagi ingin melakukan transakasi seks komersial.
b.      Faktor Pendidikan dan Pengetahuan.
     Keterbatasan pengetahuan anak-anak terhadap pendidikan sosial yang ditabukan oleh orang tuanya sendiri, menambah panjang deretan penyebab kekerasan seksual dalam keluarga. Anak-anak dibaweah umur, terutama yang masih balita tidak mengetahui bahwa tindakan yang dilakukan kepadanya oleh orang tyerdekatnya sudah menjurus pada hal-hal yang bersifat seksual. Anak-anak perempuan dibawah umur, umumnya memiliki pengetahuan yang sangat minim tentang tubuhnya sendiri, bahkan seksualitas. Anak-anak tidak menyadari dan mengetahui bahwa perlakuan-perlakuan yang diterimanya dengan alasan rasa sayang dapat menjurus pada hal-hal yang berlebihan, terutama yang berkaityan dengan seksual. Bahlan pada anak-anak usia remaja, pendidikan seks yang benar dan aman masih sering ditabukan oleh orang tua mereka sendiri, sehingga meraka mencari informasi dari lingkungan pergaulannya yang sama sekali tidak memiliki pengetahuan yang memadai. Keterbatasan pengetahuan dan pendidikan tentang seks tambah parah dengan kurangnya pemahaman terhadap ajaran-ajaran agama yang mengatur tentang perkawinan maupun hubungan antara laki-laki dengan perempuan secara umum. Keterbatasan pengetahuan menyebabkan seseorang memiliki kecerdasan emosi dan spiritual yang sangat terbatas. Akan tetapi semua tingkat pendidikan berpotensi untuk melakukan tindakan kekerasan seksual, baik direncanakan ataupun tidak.  

     5.Metode Analisis
Metode Analisis yang akan dipakai adalah metode analisis deduktif, yaitu menganalisa dari permasalahan yang umum ke khusus, yang akan dilakukan secara kritis ( deskriptis analitis)


Daftar Pustaka
  • M. Echols John dan Shadily Hassan “Kamus Inggris-Indonesia”, Cetakan ke-25, Gramedia Utama, Jakarta, 2003
  • Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2005.
  • Lamintang, Delik-Delik Khusus,  Cetakan I, Mandar Maju, Bandung, 1990,
  • Anton Indracaya, Menyingkap tirai Psikologi Psikoseksual & seksual, Cet. I , Yogyakarta, Galang Press, 2000
  • Agus Sudaryanto, Inses,  Adakah Celah Hukum bagi Perempuan? Cetakan pertama , Yogyakata, PSKK UGM, 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
KeluarJangan Lupa Klik Like Dan Follow ya!