“
Barangsiapa yang melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak
angkatnya, anak dibawah pengawasan yang belum dewasa, atau dengan orang yang
belum dewasa yang pemeliharaanya, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya
ataupun dengan bujangnya atau bawahannya yang belum dewasa, diancam dengan
pidana penjara paling lama tujuh tahun.”
Kasus
inses bisa juga disebut dengan Hidden Tragedy ( Tragedi yang tersembunyi atau
tidak terekspos).
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang masih kental dengan nilai
kekerabatan dan masih beradat ketimuran menganggap bahwa kasus inses sebagai
aib keluarga sehingga banyak yang tidak terekspos dan pada akhirnya tidak
sampai ke pengadilan. Pada kenyataannya, apabila ada suatu kasus diekspos maka
akan mendapat bantuan baik dari sosial seperti bantuan hukum maupun dariu segi
ilmu pengetahuan seperti mengenai wawasan mengenai dampak suatu kasus misalnya
dampak kasus inses. Mayoritas masyarakat Indonesia masih awam tentang ilmu
kesehatan, salah satunya tentang bahaya atau dampak dari inses ( hubungan seks
sedarah/ consangunity atau sekandung) yaitu munculnya penyakit-penyakit genetik
atau bawaan yang antara lainsickle cell anaemia ( animea sel sabit), cacat
mental dan fisik bagi keturunan dari hasil hubungan seks sedarah atau sekandung
( inses), cystic fibross ( radang paru-paru dan pankreas), thalassemia (
penyakit darah) dan phenyl ketornia (PKU), suatu defisiensi enzim hati yang
mengganggu metabolisme zat tertentu. Terjadinya inses merupakan akumulasi dari
ketidak-mampuan individu mengendfalikan diri akibat penanaman nilai-nilai moral
yang rendah, kesalahan pembatasan pola pergaulan dan intensnya rangsangan seks
yang dihadapi. Dengan itu, kewaspadaan terhadap kehadiran laki-laki atau
perempuan lain dalam lingkungan rumah harus ditingkatkan.
Efektifitas KUHP pasal 294 Terhadap Perlindungan Hukum Bagi Korban Inses?
Penjabaran
tentang perlindungan korban inses jela sekali dalam KUHP pasal 294 yaitu
hukuman penjara 7 (tujuh) tahun. Namun pada kenyataanya, banyak kasus inses
yang tidak diteruskan ke pengadilan sebagaimana yang dipaparkan dalam latar
belakang diatas bahwa kasus merupakan aib keluarga, disisi lain pernyataan
kasus inses yang dianmggap sebagai aib itu secara tidak langsung mengabaikan
hak korban. Terjadinya inses dipengaruhi oleh beberapa faktor :
1. Faktor internal.
- Kondisi biologis
Salah
satu penyebab terjadinya inses karena ada kelainan biologis pelaku, terutama
berkaitan dengan perilaku sosial. Kondisi biologis pelaku, pada kasus inses,
pelaku bisa jadi orang yang memiliki dorongan seksual yang tinggi. Dorongan seksual
yang terlalu besar dan ketidakmampuan pelaku mengendalikan nafsu seksnya dapat
menjadio salah satttu penyebab terjadinya inses.
Perilaku seksual yang menyimpang dari pelaku inses ini merupkan kejahatan
kesusilaan yang dilakukan orang dewasa yang timbul dari ketidaksesuaian atau
ketidakseimbangan antar hasrat nafsu (libido) dan kemungkinan pemuasan.
Ketidakmampuan istri melayani suami juga dapat disebabkan oleh kondisi biologis
istri yang yang memasuki masa-masa menopause sehingga hubungan seks dengan suami
tidak dapat dilakukan lagi. Padahal nafsu seksual suami masih semakin besar dan
menggebu-gebu. Dalam hal ini, ada media massa yang memberitakan bahwa seorang
kakek memperkosa cucu karena istrinya sudah tua. Bahkan ada kejadian inses
sampai diketahui oleh istri pelaku yang sedang sakit, tetapi istri pelaku tidak
bisa berbuat apa-apa karena kondisinya yang lemah.
- Faktor psikologis
Inses
secara psikologis mengalami kelainan atau pel;aku memiliki kepribadian
menyimpang, seperti minder, tidak percaya diri, kurang pergaulan atau cenderung
menutup diri dari lingkungan, menarik diri dari pergaulan sosial dengan
masyarakat dan sebagainya. Kondisi seperti itu dapat memicu terjadinya inses
karena pelaku tidak berani melakukan hubungan seksual dengan orang orang yang
bukan anggota keluarganya, atau pelaku menganggap melakukan hubungan seksual
dengan anggota keluarga lebih aman.
Mental pelaku yang tidak mampu meredam hasrat seksualnya merupakan faktor yang
tidak kalah penting sebagai penyebab terjadinya kekerasan seksual dalam
keluarga (inses), hal ini karena kondisi psikologis pelaku mengalami kelainan
atau gangguan mental, sehingga pelaku melampiaskan hasrat seksualnya pada objek
yang salah. Kondisi kejiwaan pelaku yang labil memudahkannya terangsang bahkan
rangsangan atau stimuli yang kecil dapat memicu naiknya nafsu seksual pelaku.
Hal ini berkaitan dengan kondisi psikologis, bahwa memang ada orang-orang yang
memiliki hasrat seksual yang besar sebagai faktor bawaan dari diri dalam
individu itu sendiri. Sedangkan kondisi kejiwaan pelaku inses yang labil dapat
disebabkan oleh berbagai pengalaman dalam hidupnya yang berkaitan dengan
seksualitas. Pelaku kekerasan seksual (inses), terutama yang belum menikah,
pelaku terpicu oleh bacaan porno, video erotis serta adegan-adegan yang
semestinya tidak mereka saksikan di media massa.
2. Faktor Eksternal.
a. Faktor Ekonomi.
Faktor ekonomi memegang peranan yang cukup besar sebagai faktor penyebab terjadinya inses. Kasus inses dalam masyarakat umumnya terjadi dalam kelompok ekonomi menengah kebawah atau cenderung tingkat ekonomni rendah. Masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah didaerah perkotaan mempunyai keterbatasan dalam ruang gerak, batasan fisik antara laki-laki dan perempuan, keterbatasan memperolh pendidikan yang tinggi, serta keterbatasan dalam memperkaya pemahaman agama yang terkadang mereka sibuk dengan usaha mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sementara kasus inses terjadi pada masyarakat kalangan ekonomi menengah kebawah karena keterbatasan ruang dalam rumah sehingga tidak ada ruang yang memisahkan anak-anak dengan orang tuanya. Kawasan pemukiman yang berdempetan tidak memungkinkan pembedaan ruang fisik bagi anak laki-laki dengan anak perempuan, bahkan dengan kedua orang tuanya sehingga memungkinkan bagi anak-anak melihat hal-hal yang seharusnya belum saatnya mereka alami (melihat orang tua mereka ketika berhubungan badan). Dapat diasumsikan bahwa masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah keatas atau mapan, dapoat menyalurkan nafsu seksualnya dengan melakukan pernikahan atau melalui transaksi komersial di berbagai tempat dan kesempatan sehingga menjauhkannya dari kemungkinan inses. Sebaliknya, pada masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah, kemampuan untuk menikah lagi lebih terbatas secara ekonomi, apalagi ingin melakukan transakasi seks komersial.
Faktor ekonomi memegang peranan yang cukup besar sebagai faktor penyebab terjadinya inses. Kasus inses dalam masyarakat umumnya terjadi dalam kelompok ekonomi menengah kebawah atau cenderung tingkat ekonomni rendah. Masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah didaerah perkotaan mempunyai keterbatasan dalam ruang gerak, batasan fisik antara laki-laki dan perempuan, keterbatasan memperolh pendidikan yang tinggi, serta keterbatasan dalam memperkaya pemahaman agama yang terkadang mereka sibuk dengan usaha mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sementara kasus inses terjadi pada masyarakat kalangan ekonomi menengah kebawah karena keterbatasan ruang dalam rumah sehingga tidak ada ruang yang memisahkan anak-anak dengan orang tuanya. Kawasan pemukiman yang berdempetan tidak memungkinkan pembedaan ruang fisik bagi anak laki-laki dengan anak perempuan, bahkan dengan kedua orang tuanya sehingga memungkinkan bagi anak-anak melihat hal-hal yang seharusnya belum saatnya mereka alami (melihat orang tua mereka ketika berhubungan badan). Dapat diasumsikan bahwa masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah keatas atau mapan, dapoat menyalurkan nafsu seksualnya dengan melakukan pernikahan atau melalui transaksi komersial di berbagai tempat dan kesempatan sehingga menjauhkannya dari kemungkinan inses. Sebaliknya, pada masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah, kemampuan untuk menikah lagi lebih terbatas secara ekonomi, apalagi ingin melakukan transakasi seks komersial.
b. Faktor Pendidikan dan Pengetahuan.
Keterbatasan pengetahuan anak-anak
terhadap pendidikan sosial yang ditabukan oleh orang tuanya sendiri, menambah
panjang deretan penyebab kekerasan seksual dalam keluarga. Anak-anak dibaweah
umur, terutama yang masih balita tidak mengetahui bahwa tindakan yang dilakukan
kepadanya oleh orang tyerdekatnya sudah menjurus pada hal-hal yang bersifat
seksual. Anak-anak perempuan dibawah umur, umumnya memiliki pengetahuan yang
sangat minim tentang tubuhnya sendiri, bahkan seksualitas. Anak-anak tidak
menyadari dan mengetahui bahwa perlakuan-perlakuan yang diterimanya dengan
alasan rasa sayang dapat menjurus pada hal-hal yang berlebihan, terutama yang
berkaityan dengan seksual.
Bahlan pada anak-anak usia remaja, pendidikan seks yang benar dan aman masih
sering ditabukan oleh orang tua mereka sendiri, sehingga meraka mencari
informasi dari lingkungan pergaulannya yang sama sekali tidak memiliki
pengetahuan yang memadai. Keterbatasan pengetahuan dan pendidikan tentang seks
tambah parah dengan kurangnya pemahaman terhadap ajaran-ajaran agama yang
mengatur tentang perkawinan maupun hubungan antara laki-laki dengan perempuan
secara umum. Keterbatasan pengetahuan menyebabkan seseorang memiliki kecerdasan
emosi dan spiritual yang sangat terbatas. Akan tetapi semua tingkat pendidikan
berpotensi untuk melakukan tindakan kekerasan seksual, baik direncanakan
ataupun tidak.
5.Metode Analisis
Metode Analisis yang akan dipakai adalah
metode analisis deduktif, yaitu menganalisa dari permasalahan yang umum ke
khusus, yang akan dilakukan secara kritis ( deskriptis analitis)
Daftar Pustaka
- M. Echols John dan Shadily Hassan “Kamus Inggris-Indonesia”, Cetakan ke-25, Gramedia Utama, Jakarta, 2003
- Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2005.
- Lamintang, Delik-Delik Khusus, Cetakan I, Mandar Maju, Bandung, 1990,
- Anton Indracaya, Menyingkap tirai Psikologi Psikoseksual & seksual, Cet. I , Yogyakarta, Galang Press, 2000
- Agus Sudaryanto, Inses, Adakah Celah Hukum bagi Perempuan? Cetakan pertama , Yogyakata, PSKK UGM, 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar